Kategori
Fragment

Commuting Life

Kondisi di Stasiun Serpong

Selasa, 6 Desember 2011. Hari pertama gw ma Bul berangkat kerja ke Jakarta dari Serpong. “Akhirnya sampai juga hari dimana kita berangkat dari rumah”, kata Bul waktu kami nunggu kendaraan shuttlenya dia.

Kami resmi jadi warga Tangerang mulai tanggal 5 Desember 2011. Pindahan dari Jakarta yang sebelumnya kos ke rumah mungil 3 kamar tidur dan 2 kamar mandi di Sector yang oke banget lah ya :D. Cukup jauh memang, tapi bagi kami dan mungkin banyak orang lain yang mencari rezeki di Jakarta adalah sebuah pilihan yang paling masuk akal.

Gw belum punya mobil, motor masih jadi kendaraan yang ngebawa gw dan Bul kemana-mana selama kami di Jakarta. Setelah pindah kayaknya naik motor bukan pilihan yang feasible. what’s then? Pilihan yang ada adalah dengan kendaraan umum. No other option. Bisa sih dengan nebeng temen, tentunya dengan memberikan sejumlah uang tertentu sebagai ganti bensi meskipun mungkin si temen itu ga minta, tapi entah kenapa gw ga merasa nyaman dengan itu. I feel like I’m going to owe to someone. Tapi, klo gw sendiri yang punya kendaraan, dengan senang hati gw akan ajak temen gw yg mau numpang tanpa harus bayar apapun. 🙂

Lucky for us, kantornya Bul sediain kendaraan shuttle buat pegawainya tentunya dengan biaya administrasi. Gw g perlu khawatir soal kendaraan bwt Bul lagi. Trus bwt gw gimana tiap harinya? Awalnya gw bingung, tapi ternyata ada beberapa opsi yang bisa gw ambil.

Pertama naik taxi tiap hari pulang pergi. Obvioiusly it is the most expensive option yet the most comfortable one. Ga mungkin duit gw habisin cuman buat transport.

Pilihan kedua, gw bisa naik motor. Masih mungkin dilakukan, murah meriah dan lebih fleksibel klo gw mau kemana-mana. downsidenya? yup! My body might won’t be able to bear such condition in the long run.

Dua opsi tersisa. Naik bus feeder Serpong-Jakarta ato kereta api. Gw pengen naik bus feeder sebenernya, cuman sampe sekarang masih belom tahu motor bisa gw parkir dimana. 😛

Then it leaves me to the last option. commuting using train. Ada dua pilihan sepengetahuan gw yg baru naik kerta sekali ini. KRL (Kereta Rel Listrik) ekonomi dan KRL AC. Gw belom tahu berapa sih beda harga tiketnya, cuman klo dari namanya seharusnya yang AC lebih oke.

Hari pertama ini, naiklah gw ke kereta AC. Dengan kondisi kereta bersih dan kosong gw mikir klo gw bakal nyaman duduk tenang sambil tidur-tidur merem melek. Apparently, that’s not how things work. Ada seorang Ibu Hamil manggil-manggil nama gw pas gw udah hampir ketiduran. Of course without any further ado I stood up to my feet and gave my seat. Perjalanan yang gw kira bakal sunyi nyaman tak kurang suatu apa ternyata adalah perjalanan yang berhenti di setiap stasiun untuk ngangkut fellow commuters yang banyaknya minta ampun. Jadilah gw berhimpit-himpitan mesra dengan (sayangnya) bapak-bapak tua. Ups!

40 menit kemudian gw nyampe di Stasiun Tanah Abang yang ternyata ga begitu jauh dari kantor. Lanjut jalan kaki dan voila! Sampailah gw ke kantor.

New Chapter of my life with Bul has just begun. Welcome new adventure! 😉

7 tanggapan untuk “Commuting Life”

Sama Dan, nebeng itu juga suka bikin saya nggak enak hati, padahal mungkin temen yang ditebengin biasa-biasa aja…tapi kalo ada yang mau ikutan kendaraan saya sih hayooo aja, seneng malah karena merasa diperlukan kendaraannya hehe…

Ahaaa, selamat berpetualang di rimba ibukota Dan, kadang-kadang saya ngebayangin, asyik juga kali ya kalo punya banyak jalan yang berbeda buat sampe ke kantor 😉

Maturnuwun Mbak. 🙂

Baru tahu ternyata ada 3 rute berbeda yang bisa diambil. Memang seru berpetualang, hehehe. Semoga saja sih bukan semangat hari pertama aja. 😀

Semoga bisa cepet punya kendaraan biar bisa ditebengin. 😀 *niattulus* 🙂

Ah, ah…ternyata KRL itu penuh sesak kayak gini Dan, kayaknya mesti ditambahin gerbongnya deh…atau ditambah rel kereta api plus jalurnya?
biaya lagi, anggaran lagi
😀

Mungkin dibenahi infrastruktur cara berpikir dan mental para petugas dan pegawainya Mba. Terdengar klise dan sok menyalahkan memang, tapi pernah dengar dari teman yang dulu kerja di KAI kalo ternyata manajemen perkeretaapian Indonesia memang menyedihkan.

Teman saya itu sudah keluar dari KAI karena mungkin ga tahan dengan sistem yang ada. Hehehe.

*jadi curhat*

waaah… salam kenal. 🙂

ga nyangka ketemu tetangga. saya akan kirimkan japri yaaa… 😉

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dalam blog ini dilindungi oleh hak cipta
Exit mobile version