Kategori
Perencanaan Keuangan

Belajar dari Inside Out 2, Bagaimana Emosi Juga Memengaruhi Keputusan Keuangan Kita

Sudah nonton Inside Out 2? Enggak sekadar film untuk semua umur—apalagi film anak-anak. Film ini tampak relate untuk setiap stage dalam hidup. Dalam satu waktu, kita memang harus siap untuk “kedatangan” emosi baru.

Kebetulan saja, di usia 13 tahun, Riley sudah mulai merasakan cemas, iri, malu, dan bosan. Katanya, itu karena pubertas. *sigh* belum ngerasain PMS #eh.

Bisa jadi, kamu dulu berbeda.

Kalau dipikir-pikir ya, yang namanya emosi itu akan selalu kita rasakan di keseharian. Enggak cuma soal hockey atau sekolah atau di keluarga. Di persoalan keuangan juga.

Seru kayaknya ya, kalau kita bahas. Kuy!

9 Emosi yang Memengaruhi Keputusan Keuangan Kita Seperti dalam Inside Out 2

Siapa yang mau mendebat, bahwa emosi sangat memengaruhi cara kita membuat keputusan keuangan?

Faktanya, memang, setiap emosi bisa memengaruhi pandangan kita terhadap risiko, nilai, dan bahkan waktu yang didedikasikan untuk mengambil keputusan tersebut. Termasuk dalam hal keuangan.

Kayak apa misalnya? Ya, coba kita ambil beberapa emosi seperti yang ada dalam film Inside Out 2, yang cukup sering kita rasakan dan akhirnya berdampak cukup signifikan terhadap keputusan keuangan.

1. Joy (Kebahagiaan)

Kebahagiaan ini bagus. Sesering mungkin kita merasakannya, hidup akan ya … terasa seperti hidup! Namun, kebahagiaan juga sering kali membuat orang lebih optimis tentang masa depan dan bisa mendorong pengambilan keputusan yang lebih berisiko.

Misalnya, kita merasa gembira karena mendapatkan keuntungan instan dari saham yang viral. Selanjutnya, pasti kita juga akan lebih cenderung untuk kemudian melakukan pembelian besar yang tidak direncanakan. Akibatnya, risiko naik, padahal risetnya kurang.

Baca juga: Saham Bluechip Simpananmu Turun: Apa yang Perlu Dilakukan?

2. Anger (Kemarahan)

Kemarahan bisa menyebabkan seseorang membuat keputusan yang impulsif dan kurang dipertimbangkan. Dalam keadaan marah, orang bisa melakukan pembelian atau investasi sebagai cara untuk ‘membalas’ situasi yang membuat mereka marah.

Hayo, siapa yang suka tiba-tiba belanja kalau lagi bad mood? Habis kena marah bos di kantor, langsung gaskeun ke mal dan belanja sepuasnya?

3. Fear (Ketakutan)

Kalau di Inside Out 2, Fear bisa melindungi kita dari situasi berbahaya. Di keuangan juga sama sih.

Namun, kalau enggak dikelola, ketakutan bisa bikin kita suka menghindar dari risiko. Kadang, karena takut kehilangan uang, kita jadi suka ragu-ragu buat ambil keputusan investasi yang sebenarnya bisa banget bikin untung. Jadi, gara-gara rasa takut itu, kita mungkin kehilangan kesempatan buat mendapatkan keuntungan yang lumayan.

Siapa yang sampai sekarang masih juga belum investasi hanya karena takut rugi?

4. Disgust (Jijik atau Muak)

Kadang, ada hal-hal dalam investasi atau saat belanja yang bikin kita muak. Misalnya, kita mungkin merasa muak kalau harus investasi di perusahaan yang reputasinya kurang bagus, atau mungkin muak belanja di tempat yang terkenal enggak ramah lingkungan. Nah, rasa muak ini bisa bikin kita langsung menghindari hal-hal tersebut sama sekali.

Padahal, sikap kayak gitu bisa membatasi pilihan kita dalam urusan keuangan. Contohnya, bisa saja kita skip investasi yang sebenarnya menguntungkan atau enggak jadi beli barang yang kita butuhkan dengan harga miring. Alasannya, cuma karena kita enggak sreg sama cara perusahaan atau produsen yang bersangkutan berbisnis atau produksi.

Hmmm, jadi ingat sama pemboikotan-pemboikotan yang terjadi belakangan deh.

5. Sadness (Kesedihan)

Ketika kita sedih, kadang-kadang semangat buat mengelola keuangan bisa turun drastis. Kita mungkin jadi kurang peduli sama kondisi dana kita. Atau … malah bisa jadi boros karena cenderung belanja untuk menghilangkan rasa sedih tersebut. Nah, ini 11-12 kayak anger di atas sih.

Contohnya, ada yang kalau lagi sedih suka beli barang-barang yang sebenarnya enggak terlalu dibutuhkan, kayak gadget baru atau baju mahal. Dengan begitu, kamu merasa bisa bahagia—padahal ya cuma sesaat saja. Kalau dibiarkan, hal ini bisa bikin kondisi keuangan makin tipis tanpa kita sadari.

6. Anxiety (Kecemasan)

Di film Inside Out 2, Anxiety sempat bilang, bahwa dia ada untuk melindungi Riley dari hal-hal yang tak tampak, untuk kebaikannya di masa depan.

Ya, ini sebenarnya hal bagus sih. Kecemasan soal uang bisa bikin kita jadi ekstra hati-hati. Kita jadi belajar menganalisis risiko, menimbang, dan kemudian mengantisipasi. Cuma, kadang-kadang hal ini juga kebablasan, sampai-sampai kita jadi terlalu takut buat ambil risiko.

Di sisi lain, kecemasan juga bisa membuat kita tergesa-gesa dalam mengambil keputusan, hanya karena ingin cepat lega dari rasa cemas tersebut. Misalnya, ada yang langsung beli asuransi atau investasi tanpa riset yang cukup, cuma karena takut kehilangan kesempatan atau khawatir dengan masa depan keuangannya.

Atau, ada juga yang malah menunda-nunda investasi karena takut rugi, padahal sebenarnya kondisi pasar lagi bagus untuk investasi. Jadi, kecemasan ini bisa dua arah, bisa bikin kita terlalu berhati-hati atau malah terburu-buru, yang keduanya enggak ideal untuk pengelolaan keuangan yang sehat.

7. Envy (Iri Hati)

Kita juga sering merasa iri hati. Dalam Inside Out 2, rasa iri mendorong Riley untuk berusaha lebih baik. Tapi, di saat yang lain, rasa iri juga membuatnya pengin mengikuti apa yang orang lain lakukan. Apalagi ada orang yang terlihat begitu sukses, begitu brilian, begitu sempurna.

Dalam keuangan juga sama, memang bisa jadi dua arti. Bisa memotivasi untuk lebih baik, tapi juga sekaligus bisa mendorong kita untuk mengambil keputusan finansial yang sebenarnya enggak cocok sama keadaan keuangan kita sendiri.

Padahal, masing-masing orang punya kondisi keuangan yang berbeda dan tujuan finansial yang berbeda pula. Jadi, mengikuti gaya orang lain tanpa pikir panjang bisa jadi bumerang buat keuangan kita sendiri.

8. Embarrassment (Malu)

Rasa malu di Inside Out 2 mencegah Riley melakukan hal-hal konyol. Begitu juga soal keuangan. Rasa malu bisa mencegah kita untuk melakukan hal-hal konyol. Misalnya utang sama teman, padahal cuma mau dipakai hedon.

Tapi, kadang rasa malu juga bisa membuat kita terhambat. Misalnya kita malu untuk mengakui bahwa kita sebenarnya sedang mengalami kesulitan keuangan. Akhirnya, diajak nongkrong terus setiap hari ya ayo saja. Padahal hal ini semakin menambah beban keuangan kita yang sudah berat.

Atau, malu mengakui ke teman atau keluarga bahwa kita butuh bantuan karena takut mereka menghakimi kondisi kita. Hal ini bisa bikin situasi kita makin berat, karena kita coba atasi masalah sendirian tanpa cari solusi yang mungkin lebih efektif dari orang yang lebih paham.

Jadi, rasa malu ini enggak hanya bikin kita enggan cari bantuan, tetapi juga bisa menghambat kita dari mendapatkan solusi yang baik untuk masalah yang kita hadapi. Termasuk masalah keuangan. Padahal, mendapatkan bantuan itu boleh saja kok. Asalkan kita bertanggung jawab.

9. Ennui alias Boredom (Kebosanan)

Siapa nih yang hobi belanja kalau lagi bosen? Ya memang. Ini salah satu emosi negatif yang kadang kemudian kita anggap bisa diatasi dengan belanja, selain sedih dan marah.

Saat bosan, barang-barang lucu yang sebenarnya enggak kita butuhkan jadi tampak semakin lucu. Belanja memang bisa jadi cara cepat buat menghilangkan rasa bosan. Tapi ya gitu deh, uang yang bisa kita simpan atau investasikan untuk hal yang lebih bermanfaat malah terbuang sia-sia.

Jadi, kebosanan bukan cuma bikin kita enggak produktif, tapi juga bisa bikin kantong jebol kalau enggak hati-hati.

Kesimpulan

Inside Out 2 memberi kita tambahan wawasan tentang bagaimana emosi memengaruhi keputusan keuangan. Film ini menunjukkan bahwa perasaan seperti kegembiraan, ketakutan, atau iri hati dapat sangat memengaruhi cara mengelola uang.

Emosi dapat mendorong ke arah pengambilan risiko yang tidak perlu atau sebaliknya, membuat terlalu berhati-hati. Maka penting untuk mengenali dan mengerti emosi ini agar dapat membuat pilihan keuangan yang lebih bijaksana.

Dengan memahami hubungan antara emosi dan keuangan, dapat diambil pelajaran untuk mengelola uang dengan lebih efektif, meminimalkan pengaruh negatif emosi, dan memaksimalkan keputusan yang mendukung tujuan finansial jangka panjang.

Baca juga: Menyikapi Gagalnya Rencana FIRE: Bagaimana Menyiasati dan Bangkit Kembali

Mau tahu bagaimana merencanakan FIRE dan membangun aset 300 kali gaji dengan lebih detail? Kamu harus banget punya buku ini. Kamu bisa baca dan belajar secara fleksibel, dan dapatkan insight lebih detail mengenai konsep FIRE.

Sudah bisa dibeli di toko-toko buku di kota-kota besar di Indonesia! Get your copy now!

Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Exit mobile version