Kategori
Perencanaan Keuangan

3 Nasihat Keuangan untuk Para Lajang dari Kami yang Sudah Menikah

Ada yang merencanakan mau menikah? Sudah bener-bener siap nih? Kalau memang sudah mantap, coba baca dulu beberapa nasihat keuangan berikut ini. Khusus dari kami yang sudah menikah, untuk kalian yang akan segera menikah dan membangun keluarga.

Disclaimer dulu: Artikel ini tidak ditulis oleh Dani Rachmat

[toc]

Mengapa Mesti Ada Nasihat Keuangan Ini?

Supaya kalian nggak mengulangi kesalahan yang sama. Sudah terlalu banyak jargon, cliché b*llsh*t soal pernikahan yang orang-orang percaya, tapi sebenarnya cuma mitos belaka. Pembohongan diri dan pembohongan publik, pokoknya mah. LOL.

Kayak apa misalnya?

Banyak orang menganggap, bahwa pernikahan adalah solusi dari masalah keuangan. Itu satu. Yang lain: pernikahan is about happy ending. Padahal it’s a big new start for another stage of life. Merasa tabu untuk ajak ngobrol pasangan soal keuangan, karena takut dianggap matre.

Sini, biar kita kasih tahu nih ya, para jalang lajang, singkirkan semua mitos tentang pernikahan dan berkeluarga itu jauh-jauh sebelum meneruskan tulisan ini. Karena, yang ada di sini ke depan adalah nasihat keuangan yang realistis, yang tak akan pernah diungkap oleh siapa pun. Halah.

Nasihat Keuangan dari Kami untuk Kamu yang Masih Lajang

1. Jangan risih ngomongin duit sama pasangan

Dunia pacaran itu bisa jadi beda sama dunia kalau sudah berkeluarga. Kalaupun ada yang sama, ya consider yourself lucky, karena nggak semua orang sudah mau terbuka soal diri sendiri sama (calon) pasangan soal duit ini sejak awal.

Ada yang kebiasaan keuangannya baru “ketahuan” setelah menikah.

Utang

Ini nomor satu. Banyak lo orang yang baru tahu kalau pasangannya punya utang begitu mereka menikah. Ini terjadi juga pada salah satu teman. Sang suami baru tahu, kalau istrinya punya utang ke beberapa pihak 3 hari setelah mereka menikah. Lah, kenapa nggak cerita selama proses pacaran kemarin? Istrinya menjawab, karena sebelum janur kuning melengkung, dia masih belum yakin 100% kalau pacarnya saat itu akan benar-benar menikahinya.

Mau menyalahkan si istri? Nggak bisa dong. She is being realistic. Anything could happen, sementara ijab kabul belum diucapkan, ya kan?

Banyak orang yang sudah terlibat utang sebelum menikah. Dan, nanti setelah menikah, utang akan menjadi “harta” berdua, kecuali jika pasangan membuat perjanjian pranikah yang mengatur tentang hal ini.

Gaji

Saya sendiri dulu juga terjebak di kesalahan yang sama. Saya kurang lebih seperti tipe si istri dalam cerita di atas, bedanya saya nggak punya utang. Tapi, saya nggak pernah mengungkapkan berapa gaji saya pada (calon) suami.

Bukan apa-apa, cuma ya kepikirannya, siapa yang jamin ia 100% bakalan jadi suami saya? Sayangnya, hal tersebut bablas sampai beberapa tahun lamanya pernikahan. Suami nggak pernah tahu secara pasti berapa gaji saya.

Saya juga bukan tipe istri yang dengan mudah minta duit ke suami. Kalau suami ngasih jatah, saya terima. Kalau kurang, saya akan usaha sendiri.

Yang kayak gini, ternyata bisa ngeblok jalur komunikasi antarpasangan lo!

Komunikasi

Yes, communication is a HUGE issue in our first times. Padahal ya pacaran baik-baik saja tuh. Nggak yang cuma seneng-seneng doang. Ada kalanya juga ngobrol serius soal masa depan. Tapi tetep aja, saya merasa lack of communication di awal pernikahan. Untungnya, saya percaya dari dulu, bahwa suami saya itu bukan tipe yang neko-neko. Nggak aneh-aneh. Yah, cuma perlu “diselamatkan” beberapa kali soal penggunaan uang sih. Sempat mau pakai simpanan emas kami buat nalangin kerjaan kantor, yang kemudian saya tentang habis-habisan. LOL. Tapi enggak pernah yang terlalu parah. Biasanya dia “nurut” apa kata saya, apalagi sekarang setelah saya banyak berguru soal keuangan ke orang-orang pinter.

So, inilah nasihat keuangan pertama buat kamu, bahwa penting untuk tahu kondisi pasangan—terutama soal keuangan—sebelum kamu menikah. Jangan bilang soal matre, ini soal hidup ke depan—beberapa puluh tahun ke depan. Bisa jadi, hidupmu akan lebih banyak dihabiskan bersama pasangan, kan, dibandingkan dengan ketika hidup melajang?

Ikatan pernikahan bisa bertahan sampai 50 tahun, bahkan 75 tahun, sementara kita mengakhiri masa lajang rata-rata di usia 20 atau 30-an tahun. See?

Kembali ke atas

2. Sepakati bersama soal karier dan penghasilan keluarga

Kalau zaman dulu, perempuan hidup didominasi oleh perannya di rumah; menjadi istri dan ibu yang baik buat keluarga. Jadi guardian angel buat keluarganya. Kalaupun ia bekerja, maka ia bukan menjadi pencari penghasilan utama di rumah. Itu adalah tugas suami. Uang yang dihasilkannya

Tak ada yang salah dengan hal itu, terutama jika memang sudah disepakati bersama.

Nah, kuncinya ada pada “disepakati bersama”.

Suami yang jadi pencari nafkah? Nggak harus!

Salah seorang keluarga dekat, punya kondisi berbeda.

Sang istri kariernya menanjak, kini sudah menjadi dekan fakultas pascasarjana di late 30s. Dia sudah bergelar Strata 3 di early 30s-nya. Suaminya, sebelumnya merupakan Head of General Affairs sebuah pabrik kosmetik, salah satu yang terbesar di Indonesia. Namun, ia resign untuk mengejar mimpi berbisnis properti. Nasib berkata lain. Si suami kena tipu, dan modalnya terkuras. Untuk bisa kembali bangkit, sungguh sulit.

Mereka pun bertukar peran. Istri menjadi pencari nafkah utama di keluarga. Si suami justru menjadi “menteri keuangan”. Sehari-hari, apa pun coba dikerjakannya. Di sela-sela kesibukannya mengawasi anak-anak sekolah daring, dan mengantar istrinya kerja di kantor; ia pun sesekali menjadi pemasok bahan bangunan untuk proyek-proyek perumahan. Sekarang, ia mencoba berkebun, dengan harapan hasil pembiakan tanamannya di rumah nanti bisa dijual.

Lagi-lagi bisa kita lihat, bahwa kuncinya ada pada “kesepakatan bersama”.

Istri tetap kerja?

Banyak orang mengalami konflik di awal pernikahan, ketika suami keukeuh istri harus tinggal di rumah, mengurus anak-anak. Sedangkan, banyak perempuan zaman sekarang merasa hidupnya lebih berarti ketika ia juga memiliki karier yang bagus. Ia akan dengan senang hati ikut berkontribusi pada keuangan keluarga, lebih dari sekadar jadi pengelola.

Nasihat keuangan yang penting banget nih. Bicarakan hal ini dengan (calon) pasangan sebelum menikah. Siapa yang akan menjadi pencari penghasilan utama, dan apa yang harus dikerjakan oleh pasangannya demi kemaslahatan bersama.

Percayalah, hal seperti ini butuh banget untuk dibicarakan dengan jelas. Kalau cuma mengandalkan tahu sama tahu, bisa jadi konflik yang serius lo. Hati-hati!

Kembali ke atas

3. Segera miliki tujuan keuangan

Kebanyakan pasangan yang baru saja menikah itu terjebak pada euforia pesta atau resepsi pernikahan dan honeymoon yang rauwis-uwis. Ya gimana enggak kan ya, bahagia banget soalnya!

Tapi sayang, nasihat keuangan ini mungkin akan mengakhiri euforiamu.

Bangun dan hadapi realita! Setelah resepsi dan honeymoon, ada jalan panjang di depan sana yang siap kamu tapaki berdua. Banyak yang masih berkabut. Belum jelas.

Jangan kelamaan euforianya. Ntar terlalu betah, terus malah halu.

Mandiri

Salah satu nasihat keuangan terpenting adalah segeralah mandiri.

Apalagi nih, yang selama lajang masih hidup bareng orang tua, masih terima uang saku dari orang tua juga. Hayok, segera mandiri dan bertanggung jawab pada diri sendiri. Jangan lupa, sekarang kamu sudah punya partner lo.

Jika memang memungkinkan, segera miliki cita-cita untuk bisa hidup mandiri, terpisah dari orang tuamu.

4 Tujuan keuangan terpenting

Segera bangun tujuan-tujuan keuangan penting; seperti bangun dana darurat keluargamu, punya rencana dana untuk beli rumah atau apartemen untuk ditinggali bersama keluarga barumu, dan mulai ngebangun dana pendidikan anak serta dana pensiun.

Keempat tujuan keuangan itulah yang umumnya menjadi tujuan keuangan keluarga yang paling penting dan biasanya dibutuhkan oleh keluarga-keluarga baru. Tentu kamu boleh punya tujuan keuangan yang lain, sesuaikan saja dengan kondisimu.

Saya ingat dan tahu banget, suami saya supergemes dan super-KZL sama saya karena saya susah diajak ngobrol soal cita-cita ke depan. Sudah baca cerita saya soal kesalahan keuangan saya di usia 20 – 30 tahun kan? Itu juga berdampak lo ke keuangan keluarga, soal saya yang nggak pernah berani bercita-cita atau bermimpi.

Kami jadi telat membuat tujan keuangan.

Hiks, duh. Maafkan aku, suamiku.

Kembali ke atas

Nasihat Keuangan yang Paling Penting dari Semua …

Jangan halu!

Kamu tahu nggak, penyakit penyebab masalah keuangan paling banyak dewasa ini?

YOLO (You Only Live Once) dan FOMO (Fear of Missing Out); itu semua penyakit keuangan zaman now yang mesti kamu waspadai.

Mau masih lajang, atau sudah berkeluarga, YOLO dan FOMO ini bikin kita jadi nggak bijak berpikir dan suka membandingkan diri dengan orang lain. Jauh-jauh deh dari keduanya.

Begitulah nasihat keuangan dari kami yang sudah menikah, buat kamu yang masih lajang dan akan segera menikah. So, selamat menyongsong dunia barumu ya. Semoga betah sampai akhir nanti.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dalam blog ini dilindungi oleh hak cipta
Exit mobile version