Kategori
Buku Fragment Review

Review Buku Memang Jodoh

Review buku memang jodoh ini adalah review buku terakhir karangan pujangga Indonesia, Marah Rusli. Pengarang buku Sitti Nurbaya, berisi cuplikan kehidupannya. Ditulis untuk kado ulang tahun pernikahannya yang ke 50. Banyak sekali yang bisa dipelajari dari buku ini.

Kalo jodoh gak bakal kemana.
-Indonesian proverb

Setelah gw posting tentang Sitti Nurbaya sebagai buku pertama yang gw baca buat ikutan giveawaynya si Ade (aish masih utang buku kan gw. Lupa muluk), gw dapet buku ini dari alrisblog.wordpress.com yang tupanya selalu bagi-bagi buku di tiap postingannya. Seneng banget dong pas dikasih tahu kalo dia bakalan ngasih bukunya Marah Rusli, sastrawan pengarang novel Sitti Nurbaya itu. Gak tanggung-tanggung, ini rupanya adalah buku terakhirnya beliau.

Memang Jodoh (Image from Goodreads,com)

Judul buku: Memang Jodoh
Pengarang: Marah Rusli
Genre: Drama-roman
Jumlah halaman: 536 halaman
Tahun terbit: 2013
Penerbit: Qanita
ISBN: 9786029225846

Premis

Hamli, seorang bangsawan putra Padang bergelar Marah sehingga lengkaplah namanya menjadi Marah Hamli, dibesarkan dengan pendidikan dan ingin memiliki wawasan dan pengetahuan yang luas. Pendidikannya membawa keresahan di hatinya terutama mengenai adat istiadat tanah leluhurnya yang mengatur tentang pernikahan seorang lelaki khususnya bangsawan Padang. Keresahan yang berujung dengan keputusannya untuk merantau ke negeri seberang.

Di tanah Sunda tersebutlah Din Wati, seorang putri keturunan bangsawan, telah menolak banyak pinangan dari laki-laki dengan berbagai pangkat dan jabatan. Tak kurang pula yang bangsawan karena dia tak suka kawin. Karena dari guru ayahnyalah telah diramalkan untuknya jodoh dari tanah Sumatera. Keajaiban pun mempertemukan dia dengan jodohnya.

Bagaimana Marah Hamli dan Din Wati yang sepatutnya tidak pernah bersatu mempertahankan keutuhan rumah tangganya menjadi sebuah perjalanan yang bagus untuk dibaca sebagai bahan renungan.

Review

Pheew!! Capek nulis pake gaya bahasa yang nyoba dimiripin ama gaya bahasa Marah Rusli. Hahaha. Sok-sokan.

Buku ini adalah hadiah perkawinan ke 50 yang ditulis oleh Marah Rusli untuk istri beliau. Baru diterbitkan di tahun 2013 dan jadi buku terakhir yang ditulis oleh pujangga kenamaan Indonesia ini karena beliau ingin memastikan pihak-pihak yang tersebut di dalam buku ini tidak lagi ada atau supaya buku ini tidak menyinggung banyak pihak. Sebuah buku yang lebih ke arah semi autobiografi kalo menurut gw

Marah Hamli dihidupkan untuk menceritakan dirinya. Menceritakan bagaimana kuatnya adat istiadat Padang tentang perkawinan.

Baca buku ini gw seakan dibawa ke tanah Padang berpuluh-puluh tahun yang lalu dan menyelami kehidupan seorang lelaki keturunan bangsawan. Bagaimana pendidikan membawa perubahan pada diri seseorang dan juga bagaimana seharusnya seorang laki-laki menjaga dan mempertahankan prinsip yang dipercayainya.

Berat bener ya buku ini? Emang! Hihihi. Isinya emang berat. Tapi bacanya berasa ringan dan kayak ngikutin reality show aja. Hahaha.

Seriusan deh. Dengan gaya bahasanya Marah Rusli yang pasti Bahasa Indonesia ya g mungkin jarang dipake (paling gak di Jakarta), ceritanya kerasa mengalir. Baca cerita dari mulai Hamli muda lulus sekolah tinggi di Padang sana dan keinginannya melanjutkan sekolah ke Belanda yang kemudian harus berbelok ke Bogor berasa kayak baca cerita orang yang gw kenal. Pun ketika alur perjodohan berjalan dan mempertemukan Hamli dengan jodohnya yang terlarang menurut adat Padang.

Dari buku ini pulalah gw jadi tahu bagaimana sebener-benernya adat padang. Penjabaran adat pernikahan yang dijadikan latar belakang dan pokok cerita buku ini sungguhlah lengkap. Tapi gw gak tahu apakah adat ini masih dipegang teguh di Padang sana. Karena buku ini memang dibuat oleh orang yang tidak tunduk dan tidak mengikuti aturan adat, jadi kesan yang tidak terlalu baguslah yang gw tangkap dari penceritaan buku ini.

Marah Rusli dari awal sudah mengatakan bahwa tujuan beliau menulis buku ini bukanlah untuk menjelekkan atau mendiskreditkan adat budaya yang dipegang teguh di tanah kelahirannya. Dia hanya ingin menceritakan kenyaatan yang ada dan menunjukkan bahwasannya ada nilai-nilai yang mungkin bisa diubah karena sudah tidak sesuai dengan zaman lagi.

Gw gak ada komentar lebih jauh soal adat-istiadat perkawinan di Padangnya karena gak punya pengetahuan di sana dan belom baca buku lain untuk pembanding. Seharusnya sih gw harus baca buku yang membahas mengenai adat perkawinan di Padang secara lengkap biar tahu nilai-nilai yang terkandung di sana biar punya penilaian yang lebih menyeluruh ya.

Zaaappp!!

Sekali lagi, berat bener kayaknya ya. Hahahaha.

Setelah tuntas baca buku ini, ternyata gak soal perkawinan yang gw pelajari. Kesetiaan, pengabdian dan bagaimana hubungan antar manusia sangat berpengaruh dalam hidup juga mewarnai cerita yang ada di sana sini. Bahkan gw dibawa untuk membayangkan Indonesia di masa-masa menjelang kemerdekaan dan beberapa saat setelah itu.

Dari buku ini pula gw baru tahu kalo ternyata Marah Rusli akhirnya menetap di Jawa Barat, beranak cucu di sana dan salah satunya Alm. Harry Rusli (cmiiw). Sebelumnya gw pikir Marah Rusli menetap dan sampai meninggal di Padang sana.

All in all, gw suka banget buku ini. Thanks Mas Alris. Kalo ada yang pengen buku gratisan, pantengin blognya beliau deh. Kalo ada yang mau pinjem silahkan, tapi bukunya sudah gak cantik lagi karena kalo baca keseringan di toilet. Haha. 😀

Sekian review buku Memang Jodoh ini dan menurut gw buku ini layak dapet 4.5 dari 5 bintang.

Related Posts:

[display-posts category=”books-review”]

26 tanggapan untuk “Review Buku Memang Jodoh”

wahh. mas dani.. skrng komennya ga bs langusng di blogroll reader. harus ke page nya dl. haha.. wahh.. kyk menarik yah bukunyaa.. jd pengen bacaa.. tapi emang bahasa si Marah Rusli sih berat yahh.. tapi untungnya bs cerna dngn baik juga.. haha..

Uwaah, saya baru tahu ada buku ini, Mas :hehe. Cerita tentang adat Sumatera memang jadi tema yang hits banget di kesusasteraan lama Indonesia, dan setahu saya tidak banyak memang yang mengangkat adat budaya lain (Jawa, misal) sebagai jalan cerita utama (sebelum angkatannya Nh. Dini, ya).
Penasaran dah dengan bukunya, semoga berakhir dengan bahagia deh itu pernikahan beda bangsa. Jangan sampai kayak Tenggelamnya Kapal Van Der Wijck, meski satu bangsa pun akhirnya harus setragis itu… :huhu.
Indonesian classic novels are worth reading, indeed!

Pernah nebeng baca dl..tp karna melayuu abiis jd ga ngerti..yg sy tangkep klo ga salah bahas poligami gt ya? Jd diharusin poligami tp dia ga mau.. kereeen padahal lingkungannya pd poligami

Baru ingat kalau aku juga punya buku itu dan belum selesai kubaca.. hiks 🙁
baca awalnya aku udah bayangin, gimana perjuangan beliau nulis buku setebal itu dan mesin ketik manual..
gaya bahasanya, serasa ikutan hidup jaman tempo dulu..

Saya malah baru baca judulnya aja, haha… Buku novelnya ketinggalan di Jakarta saya sudah di Ambon.
Terima kasih mas Dani sudah meriview novel itu. Saya berusaha membagikan buku gratis setiap kali posting, tapi gak wajib sih, 🙂
Salam

si om keren lah masih sempat baca buku kek gitu. jadi inget jaman sd suka baca baca roman
sekarang mah boro-boro. ke gramed rajin beli doang cuman buat ditumpuk di kamar samape disetrap ibue ncip

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dalam blog ini dilindungi oleh hak cipta
Exit mobile version