Kategori
Film Review

Review Film Filosofi Kopi

Dari buku yang mengesankan milik Dee Lestari, hadir film Filosofi Kopi yang menurut gw sungguh luar biasa. Film ini sungguh berisi dan memberikan sudut pandang baru dalam banyak hal. Baik itu dari segi tentang perkopian yang menjadi fokus utama film ini, sampai kepada hubungan interpersonal antar karakternya. Ini review gw tentang film itu.

Review Film Filosofi Kopi

Genre: Drama, adaptasi buku Filosofi Kopi karya Dee Lestari

Menikmati pahitnya secangkir kopi, mirip dengan menikmati hidup. Meskipun pahit, ada kenikmatan di dalamnya. *Menurut guweh sih ya

Gambar-gambar diambil dari twitter account @filkopmovie.

Premis Cerita film Filosofi Kopi:

Jody (Rio Dewanto), seorang pemuda lulusan luar sedang berusaha mati-matian untuk mengembangkan kedai kopi miliknya bareng sama sahabat dari masa kecilnya Ben (Chico Jecricho). Kedai yang diberi nama Filosofi Kopi ini dibangun di atas bekas toko kelontong milik orang tua Jody yang ternyata meninggalkan hutang besar.

Bersama dengan Ben yang merupakan penggila kopi, Filosofi Kopi menjadi terkenal meskipun kedai tersebut tidak dilengkapi dengan WiFi seperti kedai kopi kekinian.

Hingga suatu saat, Jody dan Ben menerima tantangan untuk membuat kopi terenak yang bisa memberikan hadiah uang cukup besar untuk melunasi hutang-hutang mereka. Ben pun bereksperimen dan menciptakan Perfecto. Kopi terenak di Indonesia. Sayangnya El, seorang perempuan cantik, seorang blogger dengan spesialisasi coffee tasting menyangkal hal tersebut. Baginya kopi terenak adalah Kopi Tiwus.

Bagaimana mereka kemudian bisa memenangkan tantangan kemudian mewarnai sisa cerita film ini.

Review Film Filosofi Kopi:

Pertama kali gw baca bukunya ini sudah beberapa tahun lalu. Setelah gw nikah ama Bul dan masih ngekos di daerah Cibulan Raya Jakarta. Dia tiba-tiba ngasih buku Filosofi Kopinya Dee. Meskipun waktuΒ  itu belom jadi penggila kopi, gw sangat menikmati bukunya Dee.

Sampai 4 tahun kemudian, gw sudah jadi penggila kopi yang tobat karena perut yang gak bisa lagi kena reaksi kopi. Eh trus film ini dibuat. Awalnya gak ada ekspektasi sama sekali sama film ini mengingat baru tahun lalu gw nonton Supernova dan kecewa berat. Apalagi yang dipajang di sini Rio Dewanto, Chico Jericho, yang notabene adalah β€œartis populer”. Soal akting, mereka ini menurut gw aktor dengan akting yang kualitasnya di atas rata-rata, cuma ya itu tadi, sering banget muncul di banyak film. *hahahaha, padahal kalo emang mereka bagus ya pasti lah ya dipake dimana-mana.

Gw ambil show yang jam 10 malem kemaren.

Adegan awal waktu Jody pusing mikirin gimana bayar hutang sudah cukup menjanjikan. Kehidupan anak muda yang terkesan hipster dengan segala atributnya (lulusan luar, ganteng, punya coffee shop) ternyata di belakangnya ada masalah yang dia juga hadapi seperti kebanyakan orang.

Film kemudian mengalir memperkenalkan satu persatu tokohnya dengan halus. Gak terasa memaksakan. Ben pun muncul sebagai orang dengan kecintaan tinggi pada kopi. Kekaguman gw di karakter Ben di buku bisa ditangkap dengan bagus oleh Chico Jericho, well kecuali rambut gondrongnya yang keliatan kumel sih.

Bahkan sampe pada tahap Ben bereksperimen dan menemukan Perfecto. Scene-scene yang diracik terasa believable, bisa dipercaya. Gw jadi tahu bagaimana gambaran kepala seorang barista. Sampai pada suatu titik gw mikir di tengah film kalo film ini gak akan berkembang lagi. Mentok udah bagusnya. Sebuah film bagus dengan kualitas di atas rata-rata tapi gak ada yang bisa diambil buat dibawa pulang.

Bahkan waktu El yang diperankan Julie Estelle keluar.

review film Filosofi Kopi

That’s it. There goes the romantic side of the story. Or so I thought.

Ternyata gw salah. Dengan dikenalkannya Elle, ternyata itu adalah sebuah cara memperkenalkan Kopi Tiwus dan membawa film ini ke level yang lebih tinggi lagi. Lebih dalam lagi.

Dari Kopi Tiwus, mulailah konflik-konflik terdalam dari diri masing-masing karakter keluar. Bagaimana Jody yang dari awal terlihat memang sudah ruwet jadi semakin ruwet dan bahkan sampai pada titik mengeluarkan kata-kata yang gak enak banget yang gak sesuai sama karakternya. Ben yang cuek setengah mampus harus bisa berdamai dengan masa lalunya untuk impiannya dan Jody *I know it sounds so wrong but believe me there was nothing romantic between them! πŸ˜›

Dan pertemuan Pak Seno dan istrinyalah yang jadi pengurai segala macam emosi yang memuncak.

Gw pun syakses berat mewek dengan airmata bercucuran.

Cerita tentang hubungan anak dan orang tua selalu bisa kena pas banget di hati gw ini dan inti dari keseluruhan film ini selain kopinya adalah hubungan interpersonal dan konsep diri antara anak dan orang tua. Pesannya kena banget di gw.

Karena judulnya Filosofi Kopi dan konon katanya film ini membawa misi untuk membangkitkan kesadaran tentang kekayaan dan keuatan Indonesia dalam hal keberadaan kopinya, gw harus akui kalo kehadiran kopi memang kuat banget. Segala macam kopi Indonesia hadir dan diceritakan di sini.
Review FIlm Filosofi Kopi The Movie

Seruputan-seruputan agak lebay (dalah hal closeup bibir dan suara seruputan) dari aktornya sukses bikin gw craving kopi. Bahkan Baim Wong yang cuman hadir sekilas aja bisa bikin gw tergetar bangga akan kekayaan kopi Indonesia.

Bahkan yang terasa kurang di film ini adalah kehadiran cerita romantisnya. Bahkan kehadiran El pun terasa hanya sebagai teman yang mengerti banyak tentang kopi. Bukan sebagai love interest dari salah satu di antaranya. *kesian deh Julie Estelle yang gak direbutin dua cowok ganteng *lha lukire sinetron?

Bahkan gw belom ngomongin soundtracknya ya? Enak-enak bangeeettt *posting gw dah kepanjangan mamiiihhhh!

All in all gw suka banget film ini. Dari 5 bintang gw kasih 4.85++ deh di review film Filosofi Kopi ini. Belom nonton? Buruan!! πŸ˜€

Review-review film yang pernah gw publish di blog ini:
[display-posts category=”movies”]

42 tanggapan untuk β€œReview Film Filosofi Kopi”

Aku pun sukaa.. Dan sama Mas, bagian orang tua anak sukses bikin dada sesak dan mata berkaca-kaca. Tapi nonton ber12 aku cewek sendiri (akibat kuliah di tempat yg ceweknya minim), jadi drpd aku dibully aku ga sampai nangis, cuma smpe berkaca-kaca, kalau nonton sendiri mungkin aku sesenggukan XD
Itu kalimat pembuka sampeyan luar biasa, kena banget πŸ™‚

Sayah dooong kemaren udah mewek, jam 11 an malem nonton sendiri pake nangis-nangis. Dah kayak orang bener aja. Hahaha.
Kalimat pembukanya sesuai pengalaman pribadi. Sayang gak bisa lagi minum kopi sekarang euy.. πŸ™

Balas

di deket kantor juga ada barista muda mirip cerita ini. diliput juga ditipi.
posting terakhir kita sama tentang filosofi kopi. tapi saya ndak cerita film nya sih πŸ˜€
semakin pengen nonton..

Iya MbaDell, saya pindah ke self hosted blog, jadinya memang tidak terbaca langsung di wp reader dan apabila terbaca tidak bisa langsung di like ataupun komen. I always love your beautiful pictures Mbak Della. It is my pleasure πŸ˜€

Balas

Yeaay aku juga udah nonton ini doong. Filmnya keren abis! Keluar teater langsung mimisan 2 gelon abis liet Chico Jericho omaygat X))

indikator film bagus menurut gue ketika film itu bisa mempengaruhi filmnya sesuai pesan yang d sampaikan
dan ketika nonton filosofi kopi tiba tiba gue jadi pengen kopi,mpadahal aslinya kurang suka kopi

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

error: Konten dalam blog ini dilindungi oleh hak cipta
Exit mobile version