Sudah jadi karyawan, masih butuh tambah penghasilan? Ya, bisa banget terjadi. Toh, kebutuhan kita juga berkembang. Kadang, ya gaji saja enggak cukup.
Saya pernah menjadi karyawan selama kurang lebih 20 tahun. Kurang lebih 15 tahunnya, saya habiskan dengan status sebagai karyawan tetap. Sedangkan 5 tahunnya, saya berkesempatan untuk mengubah status menjadi part-timer. Dan akhirnya di tahun ini, status part-timer juga saya lepaskan, dan menjadi full time freelancer.
Semua berawal karena saya pengin tambah penghasilan, dan akhirnya bablas menjadi pekerja lepas.
So, kali ini saya akan cerita tentang usaha saya tambah penghasilan; mengapa saya membutuhkannya, dan bagaimana saya mendapatkannya.
Disclaimer: Artikel ini bukan ditulis oleh Bang Mamat.
[toc]
Mengapa Butuh Tambah Penghasilan?
Sebenarnya saya awalnya bukan termasuk yang ngoyo cari duit. Jadi, saya (merasa) nggak butuh tambah penghasilan di awal saya menjadi seorang karyawan.
Tapi, kemudian negara api menyerang zaman berubah. Kebutuhan saya meningkat, seiring stage of life yang saya tapaki. Berikut beberapa alasan mengapa saya butuh tambah penghasilan.
1. Menikah dan punya anak
Alasan terbesar mengapa kemudian saya butuh tambah penghasilan adalah karena saya menikah, dan lalu punya anak.
Menggembungnya kebutuhan akibat tambahan satu bayik itu ternyata LUAR BIASA. Agak shock saya mendapati kenyataan, bahwa ternyata punya anak itu mahal betul. Belum sembuh shock-nya, eh lah dikasih satu lagi. Awokawokawok. Sesuatu sekali ya?
Tapi jangan anggap saya nggak siap punya anak hanya karena stetmen di atas loh. Hahaha.
Yang penting, pada akhirnya, saya sadar. Kalau cuma ngandelin gaji saya yang enggak seberapa, ditambah uang belanja dari suami, saya nggak bisa memberi yang terbaik buat anak saya. Apa salahnya saya coba untuk berusaha lebih? Minta tambahan uang ke suami, itu bukan gaya saya. Maka, saya harus berusaha sendiri, gimana pun caranya.
2. Pengin hedon tanpa rasa bersalah
Bok, saya juga pengin hedon kali! Pengin ngerasain punya barang-barang mahal yang saya suka. Pengin belanja, just because.
Tapi, kalau saya pakai uang penghasilan rutin—baik yang saya dapatkan sendiri dari gaji, pun yang diberi oleh suami—wah, bisa bahaya. Karena itu, saya coba usaha untuk tambah penghasilan.
Itulah motivasi saya ketika awal saya menerima job nulis. Saya hidup memenuhi kebutuhan sehari-hari dengan uang gaji, dan menggunakan uang hasil nulis untuk hedon. Saya menyebut hedon untuk segala sesuatu yang nggak ada dalam list rutin. Makan di luar, jajan camilan, beli baju ekstra, beliin mainan buat anak saya, dan seterusnya.
Iya, segitu aja saya sudah hedon sih. Kalau buat belanja tas branded gitu-gitu, saya tetep sayang. LOL. Meskipun ada yang bilang, itu investasi. Ya, intinya that’s not my thing-lah.
3. Merasa stuck
Job desc saya selama bekerja sebagai karyawan itu rerata memang menuntut kreativitas tinggi; mulai dari handicraft product designer, furniture product designer, promo designer, sampai yang terakhir publisis. Memang ada sedikit pekerjaan rutin, kayak laporan dan sebagainya. Standarlah ya.
Tapi tak urung, meski kerjaan harian begitu dinamis, saya juga merasa stuck. Apalagi di kantor kedua, saya sampai 9 tahun jadi karyawan. Ibarat kata, saya merasa bakalan nggak akan ke mana-mana nih karier saya. Mentok. Karena saya juga sudah jadi supervisor, step berikutnya adalah manajer, yang mana saya nggak yakin bisa dapatkan. Politics.
Akhirnya, untuk menjaga diri saya tetap waras, and stay creative, saya harus mencari suasana lain. Di sinilah kepikiran, ya kenapa nggak sekalian buat tambah penghasilan. Kalau dapet ya syukur, enggak ya seenggaknya jadi obat jenuh rutinitas sehari-hari.
Cara Saya Tambah Penghasilan
Dari iseng, jadi serius. Dari pertama cuma coba-coba tambah penghasilan, menulis akhirnya menjadi mata pencaharian utama saya saat ini.
Tapi sebenarnya, saya pernah coba usaha lain juga lo untuk tambah penghasilan selain nulis. FYI, saya dulu karyawan “sibuk”. Sibuk pake tanda petik karena memang suka cari gara-gara. Kalo nganggur, pusing. Jadi, saya suka kalau punya banyak kerjaan. Awokawokawok. Karenanya, cara saya tambah penghasilan ini seharusnya bisa dilakukan oleh karyawan sibuk mana pun.
1. Jual pulsa
Iya, saya pernah jualan pulsa. Yang beli siapa saja? Kakak-kakak saya, sepupu, teman kantor. Ini saja sudah lumayan waktu itu.
Jualan pulsa kek gini kan kita juga nggak harus punya counter, dan mesti jagain gitu kan. Marginnya tipis, receh. Tapi kalau dikumpulkan, ya lumayan banget buat beli baju anak-anak yang biasanya cuma kepake beberapa bulan aja.
2. Jualan rokok dan camilan
Kantor saya yang kedua, lokasinya in the middle of rice field. Sawah doang di sekeliling. Nggak ada kantin juga.
Kalau mau beli rokok, orang-orang harus ke jalan besar, which is jaraknya 200 meter lewati jalan tanah. Padahal kantor itu dipenuhi oleh bapack-bapack yang tentu saja nggak bisa kerja kalau nggak pake ngerokok. Memang kantor saya itu nyantai sih. Bosnya enak beud.
Terus, karena melihat mereka suka pada saling minta rokok—karena kehabisan, dan malas keluar ke jalan besar—jadilah saya bawain rokok.
Nggak hanya rokok, saya bawain juga camilan. Saya kulak dari penjual camilan kiloan, terus saya kemas ulang dan dijual Rp1000-an. Laris loh!
3. Toko online khusus baju batik
Saya juga sempat punya online shop baju batik.
Saya kulakan sendiri ke pasar batik di setiap weekend, melakukan hand picked baju-baju yang layak saya jual. Lalu saya jual melalui blog. Waktu itu belum ada marketplace atau Instagram. Yang ada cuma Facebook dan blog. Saya jualan kalau udah pulang ke rumah.
Hasilnya, ya lumayan. Sampai ruang tamu di rumah saya sulap menjadi butik batik kecil-kecilan. Sampai pasang papan nama juga loh. Hahaha.
4. Jualan ilustrasi dan logo
Saya juga sempat buka jasa ilustrasi. Bahkan beberapa ilustrasi sempat dibeli gitu aja. Seorang penulis sastra pernah menggunakan ilustrasi saya untuk buku kumpulan cerpennya. Sedangkan, ada seorang teman—seorang founder startup—beli salah satu sketsa saya untuk direplika dan dipajang di kantornya.
Saya juga sempat membuatkan logo untuk beberapa teman yang mau mulai usaha. Dari logo handicraft, sampai online shop muslimah. Lagi-lagi, saya buatnya kalau sudah di rumah. Ketimbang nganggur, dan pikiran negatif jadi datang.
5. Jualan buku
Saya paling suka berburu buku bekas, dulu. Ndilalah, setelah saya kerja di penerbit buku, kantornya berseberangan jalan dengan kantor distributor buku juga. Di gudang distributor buku itu, tersimpan tumpukan harta karun buku, yang sudah lawas tetapi menarik dengan kondisi lumayan, dan berharga murah. Ya iya, kan saya langsung ambil di distributor.
Akhirnya saya jual-jualin saja via online juga. Ini saya sudah memanfaatkan Instagram dan marketplace. Harga buku bisa saya jual sesuai harga toko, masih kasih diskon, dan saya masih dapat untung 150 – 200%. LOL.
Jadi Karyawan, dan Tambah Penghasilan
So, the bottom line is … Kalau mau usaha, pasti bisa kok kita menjalaninya. Merasa gaji kecil, dan stuck di tempat, butuh tambah penghasilan, ya usahalah. Banyak jalan bisa dilakukan. Apalagi sekarang, yang sudah semakin terbuka lebar peluangnya.
Saran dan tipnya cuma satu: kenali peluang. Peka terhadap kebutuhan sekitar, itu modalnya. Ingat prinsip demand vs supply. Supply-lah yang ada demand-nya. Mulai dari orang-orang terdekatmu.
Saran dan tip terbesar: JANGAN MALU.
Semoga artikel ini bermanfaat ya, fellas!