Kalau mau investasi di pasar saham Indonesia, paling gampang pilih saja saham-saham bank terbesar negara ini. Karena ke arah mana pun Indonesia berkembang menuju negara maju, paling tidak ada bank-bank terbesar negara ini yang melayani kebutuhan keuangannya. Salah satunya yang (seharusnya) masuk ke dalam watchlist kamu adalah saham BBCA.
Ya, sampai saat ini, Indonesia memang masih merupakan negara berkembang. Negara kita masih butuh banyak sekali pembangunan dan perjalanan untuk menuju negara maju masih panjang. Karena itulah saham bank masih menjadi primadona di Indonesia.
Dan salah satu bank yang menjadi motor penggerak utama ekonomi Indonesia saham yang tickernya kita kenal dengan BBCA ini, yang merupakan milik bank BCA dan baru saja merampungkan corporate actionnya memecah saham perusahaan dari 1 menjadi 5 saham di tanggal 13 Oktober yang lalu.
Bagaimana prospek BCA ke depannya? Mari kita bahas!
[toc]
Analisis Saham BBCA
Nah, sebelum melihat analisis saham BBCA, ada baiknya kita lihat dulu bagaimana kiprah si perusahaan emitennya. Ini penting, karena ini nantinya akan memberimu gambaran seberapa besar prospek saham BBCA ke depannya. Yang pasti sih soal layak enggaknya saham ini kamu koleksi.
1. Bisnis Bank BCA
Ngomongin bisnis perbankan, sebenarnya ada 3 segmen yang sangat berbeda yang bisa kita perhatikan dari perbankan di Indonesia. Yaitu kredit untuk perusahaan besar (lazim disebut commercial, corporate atau wholesale banking), kredit usaha mikro untuk segmen usaha UMKM (SME – Small Medium Enterprise) dan segmen bisnis transaction banking.
Untuk segmen kredit untuk perusahaan-perusahaan besar, kita tahu ada Bank Mandiri dan BNI sebagai pemain utama di sini. Sementara, kredit usaha mikro dan segmen usaha UMKM ada Bank BRI yang baru saja merampungkan proses right issuenya untuk mengakuisisi Pegadaian dan PNM untuk menjadi holding ultra micro.
BCA adalah pemain terbesar kalau tidak boleh dibilang satu-satunya di segmen transaction banking.
Hampir semua pelaku usaha pasti memiliki rekening BCA sampai-sampai beberapa tahun lalu, bank ini terkenal dengan sebutan “Bank Capek Antre”-nya. Efek dari dipakainya BCA oleh banyak pelaku usaha (dan perusahaannya), pelanggan mereka pun memakai bank ini. Untuk apa? Mengurangi biaya administrasi!
Untuk menerima pembayaran dengan menggunakan Bank BCA sangat mudah. Bank inilah yang memulai trend untuk bisa menerima berbagai pembayaran di mesin ATMnya. Bahkan BCA juga lah yang memulai trend Cash Deposit Machine (CDM).
Legend says it kalau BCA membangun sendiri secara in-house sistem mobile banking. Karena itu jugalah bank ini yang paling cepat mengadaptasi berbagai pembayaran di mobile bankingnya. Pun untuk kartu debitnya, BCA menggunakan sistemnya sendiri alih-alih menggunakan payment processing provider, seperti Visa dan Mastercard.
Hasilnya apa? Bank lain jadi iri.
2. BCA yang Bikin Iri Bank Lain
Meskipun BCA juara di penanganan transaksi, tidak bisa dimungkiri kalau bisnis utama bank tetap dari kredit. Per September 2021, penghasilan dari bunga masih sekitar 73,3% dibandingkan fee based incomenya. Komposisi penghasilan bunga BCA ini masih lebih besar dibandingkan Bank Mandiri yang “hanya” 69,6%. Padahal Bank Mandiri ini terkenal akan kekuatan bisnis kreditnya untuk segmen korporasi.
Sementara, apabila dilihat dari segmen bisnis kreditnya, berdasarkan presentasi perusahaan, BBCA memiliki segmen kredit untuk usaha-usaha sampai 75% seperti ini:
Sementara Bank Mandiri komposisi kredit usahanya sebesar 70,5% seperti ini:
Yang harus diperhatikan dari bisnis kredit alias pemberian pinjaman ini adalah sumber dananya. Fungsi bank adalah lembaga intermediasi. Artinya, menghimpun dana dari masyarakat dan menyalurkannya ke masyarakat.
Jadi, uang yang disalurkan lewat kredit berasal dari simpanan masyarakat dalam bentuk deposito, giro, dan tabungan. Tentu saja, untuk simpanan masyarakat ini, bank harus membayar bunga.
Selisih antara bunga dari kredit dan bunga simpanan ini yang kita kenal dengan net interest income, yang untuk BCA sudah berkontribusi sampai 73,3% tadi. Bagaimana komposisi simpanan BCA?
Dalam industri perbankan, bank selalu mengejar nasabah untuk menyimpan di tabungan dan giro. Untuk nasabah, tabungan dan giro hanya memberikan bunga yang sangat minimal. Bahkan tidak sampai 1%. Ini yang disebut sebagai dana murah oleh para banker.
Per September 2021, komposisi dana murah BCA ini mencapai 78,1% dari total dana pihak ketiganya. Bandingkan dengan Bank Mandiri yang memiliki komposisi kredit usaha mirip:
Komposisi tabungan dan giro Bank Mandiri per September 2021 sebesar 59%. Coba kita lihat perbandingan NIM (Net Interest Margin) antara BCA dan Bank Mandiri:
Kita bisa lihat bahwa dengan komposisi dana pihak ketiga yang murah lebih besar, BCA memiliki NIM yang lebih besar.
Kalau dibandingkan BRI, kedua bank ini kalah karena NIM BRI mencapai 6,86%. Hal ini bisa dipahami karena BRI memiliki segmen mikro yang memiliki bunga lebih besar. Sementara untuk segmen kredit usaha commercial dan corporate, bunga pinjaman tidak bisa terlalu tinggi.
BCA tidak dapat menaikkan bunga pinjaman dengan bebas. Yang bisa bank ini lakukan adalah menghimpun dana masyarakat sebanyak-banyaknya. Karena itulah untuk segmen ini, bisnis BCA yang lebih fokus di transaksi untuk masyarakatnya, jadi jauh lebih penting untuk kelangsungan usahanya.
Hal inilah yang membuat “iri” bank-bank lainnya. Bisa memberikan kredit ke segmen-segmen korporasi dengan bisnis yang sudah lebih well-established yang berarti risiko lebih rendah dibanding usaha kecil yang lebih berisiko bangkrut. Di sisi lain, modal biaya pendanaan juga murah karena berasal dari tabungan dan giro.
3. Saham BBCA Sebagai Salah Satu Bluechip Primadona
Dengan bisnis tersebut, saham BBCA menjadi salah satu bluechip primadona. Tidak hanya sekadar besar, BBCA juga menunjukkan performance yang cukup greng.
Kalau mengutip dari MSCI Indonesia Index, saham BBCA menempati urutan pertama. Sebagai informasi, MSCI (Morgan Stanley Capital International) mengeluarkan Emerging Market Index yang dijadikan benchmark untuk investor-investor di Amerika sana ketika ingin berinvestasi di pasar negara-negara berkembang. MSCI juga mengeluarkan khusus MSCI Indonesia Index yang sudah diupdate sampai bulan Oktober 2021.
Kinerja MSCI Indonesia Index ini sampai Oktober 2021 kemarin, lebih bagus dibandingkan MSCI Emerging Markets sebagai berikut:
Sampai dengan Oktober, bila dilihat selama 21 tahun terakhir, MSCI Indonesia Index bisa mencapai 14,43%. Meskipun untuk preiode yang lebih pendek, masih mencatatkan kinerja yang lebih rendah.
Pertanyaannya adalah, bagaimana komposisi MSCI Indonesia Index ini? Per 29 Oktober 2021 ini adalah sebagai berikut:
Dengan komposisi tersebut, bisa kita artikan, apabila ada dana asing masuk ke Indonesia untuk membeli saham-saham perusahaan di bursa saham Indonesia, maka saham pertama yang pasti akan dibeli adalah saham BBCA. Diikuti oleh saham-saham lain yang ada di urutan ini.
4. Digital Business BBCA
Selain core business BCA yang sudah dijelaskan di atas, perkembangan bisnis digital BCA juga tidak lepas dari sorotan ketika membicarakan emiten perbankan yang satu ini. BCA bahkan sudah memiliki anak perusahaan yang khusus bergerak di bidang digital banking.
Brand digital BCAnya sendiri menggunakan Blu, yang terpisah dari mobile bankingnya BCA. Mobile banking BCA sendiri masih setia melayani kebutuhan penggunanya. Selain, mobile banking BCA, bank juga memberikan layanan di MyBCA.
Untuk memperluas produk dan layanannya, BCA juga menyediakan Welma. Di layanan ini, BCA memfasilitasi kebutuhan investasi nasabahnya. Melalui Welma, nasabah bisa membeli reksa dana dan obligasi langsung dari aplikasi.
Dengan berbagai layanan ini, transaksi BCA mengalami perubahan pola. Dengan tren perkembangan digital semakin naik setiap tahunnya.
Sementara perkembangan transaksi digitalnya sebagai berikut:
Dan untuk lebih meningkatkan penggunaan transaksinya, BCA juga lebih aktif melakukan kolaborasi dengan melakukan event-event online.
Dengan kondisi bisnis digital ini dan kapabilitas BCA, maka ke depannya BCA masih akan bisa berkembang lebih jauh lagi.
5. Pergerakan Harga Saham BBCA
Bagaimana pergerakan harga saham BBCA?
Setelah stocksplit, harga saham BBCA masih melanjutkan kenaikannya. Dibuka di harga Rp 7.400 setelah stocksplit, saat artikel ini dibuat, harga saham BBCA berada di harga Rp 7.700 per lembar saham.
Apabila dilihat dari rata-rata PEnya sampai 10 tahun terakhir, saat ini saham BBCA diperdagangkan di harga 32x. Sementara record termahal sebelumnya di 29,9x PEnya. Sudah terlalu mahal memang. Akan tetapi dengan kondisi sekuat BBCA, harga ini mungkin reasonable.
Penurunan PE perdagangan BBCA ini terjadi di 2020 ketika pandemi melanda dan juga ketika masa-masa 2nd wave di tengah tahun 2021. Akan tetapi, setelah stocksplit dan ditemukannya obat-obatan, harga saham BBCA melanjutkan pendakiannya.
Cerita yang sama bisa kita lihat dari PBVnya.
Apakah saham BBCA saat ini sudah terlalu mahal?
Bisa jadi, karena saat ini saham BBCA sudah berada di harga tertingginya. Akan tetapi, sebagai perusahaan juara yang tetap menghasilkan income dan keuntungan bahkan di masa krisis, tentu saja tidak akan berhenti di sini. Value perusahaan akan ikut naik seiring kenaikan bisnisnya.
Prospek Saham BBCA Setelah Stocksplit
Bagaimana prospek saham BBCA setelah stocksplit ke depannya?
Pertanyaan ini banyak banget ditanyakan karena banyak yang khawatir saham BBCA akan mengalami nasib yang sama seperti UNVR. Untuk menjawab pertanyaan tersebut, mari kita lihat kondisi fundamental BBCA beberapa tahun terakhir.
Berdasarkan income statement per Q3nya, apabila dibandingkan YTD dengan periode-periode sebelumnya BBCA menunjukkan peningkatan yang stabil:
EPS perusahaan bila dibandingkan dengan periode sebelumnya menunjukkan kenaikan yang sehat. Ini menunjukkan bahwasannya perusahaan masih bisa tumbuh dan memberikan kenaikan nilai bagi para pemegang sahamnya.
Bagaimana bila dibandingkan dengan para pesaingnya?
EPS BBCA dibandingkan BMRI masih lebih kecil. BMRI mencatatkan nilai Rp 478,29 per lembar sahamnya. Tapi harap diingat kalau BBCA baru saja memecah sahamnya dari 1 lembar menjadi 5 lembar. Apabila tidak ada stock split, earning per share saham BBCA berarti 5 x Rp 245,75 atau sekitar Rp 1.228,75.
Perhatikan saja revenue BBCA yang hanya Rp 78 triliun dibandingkan dua bank lain yang di atas Rp 100 triliun, tapi di sisi net income, BBCA berhasil mencatatkan keuntungan bersih Rp 30 triliun sementara dua bank lainnya bahkan tidak sampai Rp 25 triliun.
Apabila kondisi fundamental ini berhasil dipertahankan BBCA, tidak menutup kemungkinan harga saham BBCA akan terbang lebih jauh. Bisakah mencapi Rp 30ribuan lagi? Kenapa tidak?
Dengan funding basenya yang murah di tabungan dan deposito, BBCA bisa mengambil keuntungan yang lebar dari kreditnya. Apalagi kalau transformasi ke bisnis digitalnya sukses, BCA akan butuh lebih sedikit lagi biaya operasional untuk cabangnya dan ujungnya akan memperbesar keuntungan operasionalnya.
Disclaimer: tulisan ini bukan rekomendasi jual atau beli instrumen investasi ataupun emiten. Risiko dan keputusan investasi ada di tangan setiap investor. Kinerja masa lalu tidak menjamin kinerja masa depan. Pada saat tulisan ini dibuat, penulis memiliki posisi di saham BBCA.
Itu tadi sedikit analisis saham BBCA, yang selalu menjadi primadona para investor. Ingat, meski sudah ada analisis yang cukup detail, selalu do your own research untuk segala kebutuhan investasimu ya. Sampai ketemu lagi di analisis saham berikutnya.