Masih saja banyak yang menawarkan produk asuransi pendidikan anak, dan juga masih banyak yang mau membelinya. Ya, sebenarnya enggak masalah sih, sepanjang memang sesuai kebutuhan—meskipun ya buat apa beli produk asuransi pendidikan anak?
Namun, ya, sekali lagi kembali ke kebutuhan. Kalau memang dirasa dengan membeli asuransi pendidikan anak bisa membantu dalam perencanaan dana pendidikan, ya kenapa enggak? Asalkan sedari awal juga sudah sadar betul, bahwa produk ini bukan produk perbankan dan merupakan produk perlindungan sekaligus investasi. Thus ada beberapa risiko yang berpotensi terjadi—yang nantinya bisa memengaruhi dana investasi secara keseluruhan.
Malahan, bagi beberapa orang, produk asuransi yang dibundling dengan investasi ini malah dirasa lebih praktis, karena enggak perlu dua kali mikir. Cuma ya itu, sekali lagi, pertanyaannya adalah paham enggak sama cara kerja produknya sebelum benar-benar membeli.
Jangan sampai setelah dibeli, lalu muncul komplain, yang sebenarnya sudah ada jawabannya sejak pertama kali ditawarin.
Nah, kali ini kita akan bahas khusus nih mengenai risiko asuransi pendidikan anak yang harus dipahami begitu kita menerima penawaran polisnya.
(Lah, asuransi kok berisiko ya? Bukannya asuransi ada untuk melindungi risiko? Ya, begitulah …)
[toc]
Biaya Pendidikan di Indonesia
Sudah bukan rahasia lagi bahwa biaya pendidikan di Indonesia meningkat setiap tahunnya. Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menyatakan bahwa kenaikan rata-rata biaya pendidikan di Indonesia mencapai 10 – 15% setiap tahunnya. Biaya pendidikan dalam hal ini tak hanya uang pangkal saja, tetapi termasuk SPP dan perlengkapan lainnya.
Biaya pendidikan yang naik dari tahun ke tahun pastinya juga tak lepas dari harga kebutuhan yang juga naik. Pada akhirnya hal ini memang jadi kekhawatiran tersendiri. Bukan PR yang gampang memang, menyiapkan pendidikan buat anak tuh. Ditambah lagi alamnya orang tua yang selalu pengin memberikan yang terbaik buat anak.
Karena keinginan ini pulalah akhirnya membuat orang tua memburu berbagai produk yang dikemas sejenis ‘tabungan’ agar setidaknya dengan begini, menabung untuk biaya sekolah anak tuh enggak terlalu berat lagi. Makanya kan, segala macam produk keuangan yang ditambah dengan embel-embel ‘pendidikan’ pasti deh laris manis. Kayak ada tabungan pendidikan—yang cara kerjanya sama dengan tabungan berjangka—dan sekarang ada juga asuransi pendidikan anak.
So, sebenarnya tentang asuransi pendidikan anak ini sudah beberapa kali ditulis di blog ini. Salah satunya adalah 4 Hard Truths tentang Asuransi Pendidikan yang Saya Missed dan Menyesal Kemudian. Boleh dibaca, jadi saya enggak perlu menjelaskan panjang lebar mengenai pengertian dan apa bagaimana asuransi pendidikan anak itu.
Mari kita langsung membahas apa yang menjadi fokus dari artikel kali ini.
Risiko Asuransi Pendidikan Anak
1. Ada untung, dan ada ruginya
Umumnya, saat agen asuransi pendidikan anak mulai menyodorkan proposal asuransi, mereka hanya memberikan berbagai ilustrasi penuh optimisme. Karena “kebanjiran” rasa optimis, calon nasabah jadi enggak sempat kepikiran, bagaimana nanti kalau ada risiko-risiko yang terjadi.
Segampang, “Nanti kalau misalnya kenapa-kenapa, terus saya enggak bisa bayar premi, gimana?” gitu aja rasanya lupa ditanyakan. Apalagi risiko terkait nilai investasi yang turun. Mungkin malah sama sekali enggak paham bahwa asuransi pendidikan anak ini akan dibundling dengan investasi, yang sudah pasti punya risiko.
Melihat ilustrasi angka-angka yang bertumbuh pesat, orang biasanya memang sudah langsung pasang kacamata kuda. Denial, bahwa ada hal besar lain yang patut untuk diperhitungkan.
Padahal, dalam skema asuransi pendidikan anak ada prinsip dan profil risiko yang sangat jauh berbeda dengan tabungan berjangka yang dikemas sebagai tabungan pendidikan.
Jarang banget—kalau enggak mau dibilang enggak ada—agen asuransi yang mau menjelaskan, bahwa ada potensi rugi dalam produk ini. Rugi seberapa banyak? Ya, sebanyak potensi keuntungan yang diilustrasikan. Boro-boro risiko pasar, sebatas fakta bahwa produk asuransi pendidikan anak tidak punya jaminan dari pemerintah saja banyak agen yang tak mau menyebutkan.
2. Potongan biaya yang besar
Sebelum 5 tahun, nasabah akan mendapati nilai investasi mereka sangat fluktuatif. Bahkan di banyak kasus, anjlok. Hal ini sangat mungkin terjadi lantaran dalam produk asuransi pendidikan anak ada potongan biaya yang besar, sementara investasinya belum ada hasil.
Nah, biaya potongan ini rata-rata juga tidak pernah dikomunikasikan oleh agen dengan nasabah saat mengajukan proposal.
And so now you know bahwa ada potongan biaya admin, kamu bisa menanyakannya pada agen asruansi yang bersangkutan. Yakin sih, mereka tidak akan menyembunyikan informasinya, cuma kalau enggak ditanya ya mereka enggak akan menyebutkan. Pasalnya, ya siapa yang bakal tertarik kalau ada potongan biaya yang besar. Akan terdengar lebih seksi untuk menjelaskan berbagai potensi perkembangan dananya, ya kan?
Biasanya potongan terbesar memang dalam 5 tahun pertama. Kalau kamu memang ingin menggunakan produk ini sebagai bagian dari rencana membangun dana pendidikan anak, pastikan potongan biaya ini juga masuk sebagai komponen rencana keuanganmu.
3. Masa pembayaran premi lebih lama
Sudah dijelaskan di poin pertama, bahwa optimisme jadi senjata marketing utama para agen asuransi. Soal masa pembayaran premi ini juga jadi salah satu hal “tersembunyi” di balik optimisme-optimisme tersebut.
Narasinya, masa pembayaran premi asuransi pendidikan anak akan disebut sangat singkat. Kalau periode tertentu sudah tercakupi, maka nasabah sudah tak wajib lagi membayar premi, dan kemudian mendapat manfaat penuh.
Yang “lupa” disebutkan adalah bahwa pembayaran premi berhenti karena saat itu diasumsikan bahwa investasinya sudah mulai memberi imbal hasil seperti yang diharapkan. Kalau imbal hasil bagus, ya enggak perlu bayar premi. Preminya dibayar dengan imbal hasil investasinya. Nah, masalahnya, nama pun investasi ya ada fluktuasi. Kalau ternyata imbal hasilnya enggak sesuai harapan, ya bisa jadi masa pembayaran preminya akan lebih panjang. Jika misalnya sudah tidak membayar premi, tapi kemudian hasil investasi minus, ya nasabah wajib topup. Kalau enggak topup, manfaat pun tidak bisa didapatkan.
Alias, asuransinya putus.
Pentingnya Membaca dan Memahami Polis
Sebenarnya semua yang di atas adalah pemahaman dasar yang wajib diketahui oleh siapa saja. Enggak hanya (calon) nasabah asuransi pendidikan anak. Dengan demikian, ketika ada proposal asuransi yang disodorkan, siapa pun bisa mencermati risiko-risiko yang ada dengan baik, dan kemudian bisa mengajukan pertanyaan yang penting pada si agen.
Mau membaca dan mempelajari polis adalah hal mutlak. Beberapa hal yang dijabarkan di atas biasanya juga bisa ditemukan penjelasannya dalam polis. But yeah, hanya sedikit orang yang mau duduk anteng untuk mempelajari polis asuransi sebelum benar-benar menandatanganinya.
Harusnya kita sadar, bahwa justru, saat kita males baca polis dan langsung tanda tangan, inilah risiko terbesar yang harus kita hadapi.
So, membeli asuransi pendidikan anak itu artinya kita sedang menjalankan rencana keuangan jangka panjang. Risikonya tinggi, karena pendidikan anak yang jadi taruhannya. So, belilah kalau memang mau membelinya dan menganggapnya dapat melayani kebutuhanmu, tetapi pahami cara kerja produk dan pelajari risikonya dengan baik, agar bisa berkembang secara optimal.