Ngomongin soal kesehatan finansial secara umum, pasti tak akan pernah lepas juga dari topik dana darurat. Apalagi sejak pandemi COVID-19 melanda negeri ini. Rasanya, kalau punya dana darurat ideal itu bagai punya kekuatan super.
Tapi, tahukah kamu, bahwa besaran dana darurat ideal yang dibutuhkan di masa krisis seperti ini bakalan berbeda dari saat keadaan normal; ketika ekonomi baik-baik saja, ketika penghasilan kita stabil, dan bisnis lancar loh.
Lha kok gitu?
Nah, ikuti artikel ini sampai selesai ya.
[toc]
Kondisi Kita di Masa Krisis
Di masa krisis, akan ada beberapa kondisi yang harus kita hadapi:
1. Ujungnya tak pasti
Siapa yang bisa meramalkan kondisi seperti ini kapan akan berakhir? Kapan kita bisa kembali beraktivitas normal dengan mobilitas tinggi seperti di tahun 2019, 2018, dan sebelum-sebelumnya? Bisa jalan-jalan lagi tanpa perlu waswas dan ribet dengan segala persyaratan bepergian? Kapan kita bisa bekerja lagi, dan mendapatkan penghasilan seperti sebelumnya—ketika masih dapat uang perjalanan dinas, masih dapat bonus, dan insentif ini itu?
Nggak ada yang bisa memastikan. Dan, nggak ada yang bisa memberikan jaminan, bakal bisa normal lagi. Bahkan, beberapa skema dan protokol sudah mulai dirancang oleh pemerintah agar kita bisa “hidup berdampingan” dengan virus lucknut ini, lantaran diduga virus ini tak akan pernah hilang dari muka bumi.
Ketidakpastian itu ada “harga”-nya. Sesuatu yang tidak pasti, akan “memaksa” kita untuk bersiap lebih ekstra. Salah satu persiapannya adalah dengan memiliki dana darurat ideal yang lebih besar daripada biasanya.
2. Kondisi krisis biasanya akan memicu kenaikan harga
Sudah banyak kali terjadi, ketika ekonomi sedang goyah, harga kebutuhan pokok pun melesat. Pemicunya bisa beragam. Salah satunya adalah rantai pasokan yang terganggu oleh kondisi.
Misalnya, kita bisa lihat di masa pandemi ini, ketika ada pemberlakuan PSBB ataupun PPKM. Akibat pembatasan mobilitas, pasokan kebutuhan terkendala. Akibatnya, stok produk banyak yang menipis, yang akibatnya lagi memengaruhi harga.
Sudah pasti, kita harus menyediakan dana lebih, agar tetap bisa memenuhi kebutuhan pokok.
3. Kebutuhan hidup tetap (atau malah meningkat) sedangkan penghasilan bisa jadi berkurang
Meski krisis, kebutuhan hidup kita kan harus tetap dipenuhi. Jenis dan banyaknya bisa jadi tetap, atau malah bertambah.
Selama pandemi, banyak dari kita yang harus menambah anggaran di pos kesehatan. Betul tidak? Harus beli masker, hand sanitizer, hand wash, tisu basah, juga cairan desinfektan.
Sementara, penghasilan kita bisa jadi berkurang. Kena potong gaji, klien membatalkan proyek, sampai terkena badai PHK. Ketika ekonomi sudah mengalami recovery, penghasilan ini tak semata-mata juga langsung kembali. Ada prosesnya untuk bisa kembali normal.
Apesnya, kayak di awal tahun 2021 kemarin, ketika terjadi gelombang kedua pandemi COVID-19 yang justru lebih dahsyat. Belum lagi normal, sudah kebanting lagi.
Luar biasa ya, kita? Makanya salut buat kamu yang sampai sekarang masih bertahan. Hal ini kemungkinan besar tak lepas karena kamu memiliki dana darurat ideal yang memadai untuk bertahan di tengah badai. Betul?
4. Kondisi krisis meningkatkan potensi terjadi kedaruratan
Namanya juga krisis, sudah pasti akan memunculkan kondisi kedaruratan terhadap hidup kita.
Misalnya, tiba-tiba ada anggota keluarga yang terpapar virus. Meski kita sudah menjaga kesehatan, tetapi kondisi begini ya kadang tak bisa terhindari. Mau tak mau, pasti kita harus menyediakan dana lebih agar upaya pengobatan dan perawatan kesehatan bisa berjalan lancar.
Memang di sini ada asuransi kesehatan yang akan dapat dirasakan manfaatnya. Namun, memiliki dana darurat ideal akan juga sangat membantu, apalagi tak semua kebutuhan bisa di-cover oleh asuransi, bukan?
5. Kadang kita harus membantu sesama lebih banyak lagi
Kondisi krisis pastinya kita harus saling membantu, apalagi kalau ada yang lagi kesulitan. Tahu nggak sih, dengan memberi dan berbagi itu bikin imun tubuh kita juga akan naik lho, karena ada hormon kebahagiaan yang bekerja di situ.
Lagi pula, kalau enggak di antara kita, ya siapa lagi yang bisa saling bantu, ya kan? Karenanya, meski yang terakhir ini bukan prioritas, tetapi juga jadi alasan mengapa kita harus punya dana darurat ideal. Supaya bisa bantu teman-teman yang butuh!
Berapa Dana Darurat Ideal yang Harus Dimiliki di Masa Krisis?
Di masa normal, ada beberapa versi dana darurat ideal yang mesti dimiliki. Tetapi, ya rata-rata sih menyarankan sebagai berikut:
- Single, tanpa tanggungan: 3 bulan pengeluaran
- Menikah belum punya anak, atau dengan tanggungan 1 orang: 6 bulan pengeluaran
- Satu anak, menikah: 9 bulan pengeluaran
- Dua anak, menikah: 12 bulan pengeluaran
- Freelancer/pemilik bisnis: 6 – 12 bulan pengeluaran
Di masa krisis, dana darurat ideal semua berubah menjadi 12 bulan pengeluaran rutin. Minimal. Lebih? Akan lebih baik.
Lah, kok banyak?
Iya, mengingat kelima kondisi di atas yang bisa terjadi tadi.
Nggak ada yang bisa menjamin, penghasilanmu akan tetap sama ke beberapa waktu ke depan nanti. Apalagi kalau ada potensi terjadi PHK *knocks on wood*. Semoga tak perlu terjadi, tetapi ya, kamu tetap harus bersiap.
Bersiap untuk yang terburuk, berharap untuk yang terbaik. Betul?
Lalu, gimana caranya mengumpulkan dana darurat ideal, di kondisi yang masih sulit seperti ini?
Nah, kamu bisa baca artikel yang sudah pernah ada di blog ini juga:
Membangun Dana Darurat Ideal
So, lengkap sudah ulasan mengenai dana darurat ideal di masa krisis. Gimana? Kamu sudah cek posisi dana daruratmu? Sudahkah mencapai target ideal? Jika belum, masih ada waktu kok buat membangunnya pelan-pelan.
Jangan anggap “12 bulan pengeluaran” sebagai target yang memberatkan. Kamu bisa pecah menjadi beberapa tahap yang lebih pendek. Misalnya, 3 bulan lagi, harus bisa 1 bulan pengeluaran rutin. Tiga bulan berikutnya, 2 bulan pengeluaran rutin. Dan seterusnya.
Hingga tahu-tahu kamu bisa mengumpulkan 12 bulan pengeluaran tanpa terasa. Ndilalah, saat itu, mungkin kondisi krisis sudah mulai bisa diatasi. Amin?