Beberapa waktu terakhir, daya beli masyarakat dikabarkan makin kelihatan melemah. Bahkan di momen Lebaran yang biasanya identik dengan lonjakan belanja.
Kamar Dagang dan Industri Indonesia (KADIN) memprediksi perputaran uang selama Idul Fitri 2025 mencapai Rp137,975 triliun, turun dari Rp157,3 triliun pada 2024. Penurunan ini diperkirakan akibat berkurangnya jumlah pemudik dari 193,6 juta orang pada 2024 menjadi 146,48 juta orang pada 2025, serta faktor ekonomi seperti maraknya pemutusan hubungan kerja (PHK) dan penurunan daya beli masyarakat.
Data Lebaran 2025 nunjukin penurunan perputaran uang dan jumlah pemudik yang cukup signifikan. Dikutip dari Metro TV, Kementerian Perhubungan, misalnya, memperkirakan jumlah pemudik tahun ini sekitar 146,48 juta orang, turun 24% dibandingkan tahun lalu yang mencapai 193,6 juta pemudik.
Banyak orang kini memang lebih milih menahan belanja, fokus ke kebutuhan pokok saja. Kondisi ini jadi sinyal penting, apalagi buat yang punya rencana keuangan jangka panjang.
Dampak Turunnya Daya Beli untuk Rencana Pensiun
Buat yang lagi ngejar impian pensiun dini, situasi menurunnya daya beli seperti ini bisa bikin mulai mikir ulang. Tak semua memang bisa berjalan sesuai rencana, terutama kalau kondisi ekonomi terus berubah.
Bukan cuma soal belanja harian, tapi juga soal strategi besar soal keuangan masa depan. Kadang, perubahan kecil kayak harga naik atau pemasukan seret bisa bawa dampak yang lebih besar dari dugaan.
Coba kita lihat apa saja dampaknya pada rencana pensiun kita, kalau fenomena menurunnya daya beli ini enggak segera teratas.
1. Nilai Tabungan Menyusut
Saat harga-harga naik, uang yang disimpan di tabungan nilainya ikut turun. Misalnya dulu Rp10 juta bisa buat kebutuhan hidup sebulan, sekarang belum tentu cukup. Artinya, tabungan yang kelihatan banyak bisa cepat habis kalau daya beli terus turun.
Hal ini bisa jadi masalah serius buat yang sedang menyiapkan dana FIRE. Karena nilai uang terus melemah, target yang sebelumnya cukup jadi kurang. Harus ada penyesuaian target, dan itu berarti perlu lebih banyak uang.
Tabungan yang diam di rekening tanpa imbal hasil tinggi makin lama makin nggak ada gunanya. Jadi, hanya menabung saja tanpa strategi investasi jelas bikin rencana pensiun lebih rentan. Uang harus ditempatkan di instrumen yang bisa mengimbangi inflasi. Kalau nggak, persiapan FIRE bisa mandek di tengah jalan.
Baca juga: Menyikapi Gagalnya Rencana FIRE: Bagaimana Menyiasati dan Bangkit Kembali
2. Investasi Harus Lebih Agresif
Kondisi ekonomi yang bikin daya beli turun memaksa orang berpikir ulang soal strategi investasi. Nggak bisa lagi mengandalkan deposito atau tabungan berjangka yang imbal hasilnya kecil. Kalau inflasi 6% dan return cuma 3%, itu artinya duit malah rugi pelan-pelan.
Dalam perjalanan menuju FIRE, penting banget cari investasi yang bisa mengejar atau bahkan mengalahkan inflasi. Ini bisa berarti mulai berani masuk ke saham, reksa dana, atau instrumen lain yang punya potensi return lebih tinggi.
Tapi tentu, semua harus tetap disesuaikan dengan profil risiko. Enggak asal agresif tapi nggak siap mental. Intinya, strategi yang terlalu konservatif di tengah turunnya daya beli bisa bikin pertumbuhan aset lambat. Akhirnya, impian pensiun dini jadi makin jauh. Perlu juga terus belajar soal diversifikasi. Enggak semua aset naik barengan, jadi penting punya portofolio yang seimbang.
3. Biaya Hidup Makin Sulit Ditekan
Waktu daya beli turun, semua kebutuhan sehari-hari jadi ikut naik. Dari makanan, transportasi, sampai biaya langganan digital. Dulu mungkin bisa makan sehat dengan bujet hemat, sekarang harga bahan pokok aja sudah melonjak.
Yang kayak gini akan bikin pengeluaran harian makin susah ditekan. Gaya hidup frugal pun kadang sudah enggak cukup. Apalagi buat yang tinggal di kota besar, biaya hidup makin enggak ramah. Pengeluaran kecil yang dulu dianggap sepele sekarang jadi beban. Ini bisa menggerus porsi uang yang seharusnya dialokasikan buat investasi atau tabungan FIRE. Jadinya, progres ke arah kebebasan finansial bisa melambat.
Mau enggak mau, harus cari cara baru buat efisiensi. Misalnya, belanja lebih strategis, masak sendiri, atau cari alternatif kebutuhan yang lebih murah. Tetap hidup hemat, tapi dengan pendekatan baru yang lebih realistis.
4. Target Waktu Pensiun Bisa Mundur
Saat biaya hidup makin tinggi, target dana FIRE yang udah dihitung sebelumnya bisa jadi nggak relevan lagi. Misalnya, rencana pensiun di usia 40 dengan dana Rp3 miliar, ternyata sekarang butuh Rp4 atau bahkan Rp5 miliar.
Artinya, waktu yang dibutuhkan buat mencapai target jadi lebih panjang. Ini bisa bikin banyak orang harus mengubah timeline pensiun dini. Ada yang akhirnya menunda satu atau dua tahun, bahkan lebih. Apalagi kalau penghasilan tetap, tapi pengeluaran terus naik. Progress jadi seret.
Di sinilah pentingnya evaluasi berkala terhadap rencana FIRE. Enggak bisa cuma mengandalkan hitungan lama. Harus fleksibel dan siap ubah strategi. Bisa lewat menambah penghasilan, mengurangi gaya hidup, atau investasi lebih cerdas.
5. Pola Konsumsi Harus Dievaluasi
Saat daya beli turun, pola konsumsi yang biasa dilakukan perlu dipikir ulang. Hal-hal yang dulu masuk kategori “murah” sekarang bisa jadi boros.
Misalnya, beli kopi setiap hari yang dulu enggak kerasa, sekarang jadi beban. Barang-barang lifestyle yang sebelumnya rutin dibeli pun harus dikaji lagi. Mana yang benar-benar dibutuhkan, mana yang cuma impulsif.
Ini bukan soal pelit, tapi lebih ke arah prioritas. Kalau memang pengin FIRE, maka konsumsi harus diarahkan buat mendukung tujuan itu. Bisa dengan mulai rutin tracking pengeluaran, bikin anggaran, dan menghindari godaan diskon yang nggak penting.
Semua keputusan konsumsi harus lebih sadar. Enggak asal beli, tapi mikir dampaknya buat keuangan jangka panjang. Evaluasi pola konsumsi bukan cuma soal mengurangi belanja, tapi juga belajar jadi konsumen yang bijak.
Baca juga: Mengenal Konsep Financial Independence Retire Early dan Prinsipnya
Turunnya daya beli memang jadi tantangan baru buat yang lagi merancang kebebasan finansial sejak dini. Tapi bukan berarti rencana harus berhenti total. Justru ini saat yang pas buat evaluasi, adaptasi, dan bikin strategi yang lebih tahan banting.
Enggak semua hal bisa dikontrol, tapi cara mengatur keuangan tetap di tangan sendiri. Selama tetap konsisten, realistis, dan enggak gampang panik, jalan menuju FIRE masih bisa dilanjutkan. Mungkin lebih pelan, tapi tetap bisa dicapai.
Mau tahu bagaimana merencanakan FIRE dan membangun aset 300 kali gaji dengan lebih detail? Kamu harus banget punya buku ini. Kamu bisa baca dan belajar secara fleksibel, dan dapatkan insight lebih detail mengenai konsep FIRE.
Sudah bisa dibeli di toko-toko buku di kota-kota besar di Indonesia! Get your copy now!
Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!