Punya portofolio saham itu bukan sekadar kumpulan kode emiten di aplikasi trading. Di baliknya, ada keputusan-keputusan yang bisa bikin hasil investasimu aman atau justru berisiko tinggi.
Banyak orang langsung beli saham yang lagi ramai dibicarakan, tapi lupa satu hal penting: bagaimana cara menyusun portofolio biar tetap sehat kalau pasar tiba-tiba goyah.
Investasi saham memang menjanjikan cuan, tapi juga penuh gejolak. Naik-turunnya harga bisa bikin panik kalau semua dana diletakkan sembarangan. Di sinilah pentingnya strategi yang bisa menjaga keseimbangan—bukan cuma soal untung besar, tapi juga bagaimana menghindari kerugian yang terlalu dalam.
Diversifikasi Portofolio Saham: How?
Ngomongin soal portofolio saham, satu hal yang nggak boleh dilewatkan adalah cara menatanya biar nggak gampang goyah waktu pasar bergerak liar. Nah, di bawah ini ada beberapa langkah sederhana tapi krusial yang bisa bantu membentuk portofolio saham yang lebih tahan banting.
1. Jangan Taruh Semua Uang di Satu Saham
Menaruh seluruh dana di satu saham memang kelihatan simpel dan praktis, tapi sangat berisiko. Risiko terbesar muncul kalau perusahaan itu tiba-tiba menghadapi masalah, entah karena kinerja buruk, isu hukum, atau tekanan pasar. Kalau harga sahamnya turun drastis, nilai portofolio bisa langsung anjlok.
Strategi yang lebih bijak adalah menyebarkan dana ke beberapa saham sekaligus. Dengan begitu, kalau satu saham mengalami penurunan, yang lain masih bisa menahan kerugian tersebut. Prinsip dasarnya: jangan bertaruh di satu tempat.
Baca juga: Tip Belajar Saham sambil Tetap Bekerja Penuh Waktu
2. Pilih Saham dari Berbagai Sektor
Pasar saham terdiri dari banyak sektor industri: perbankan, teknologi, energi, konsumsi, infrastruktur, dan lain-lain. Masing-masing punya karakteristik dan siklus bisnis yang berbeda. Misalnya, saat harga minyak naik, saham di sektor energi bisa naik, tapi sektor transportasi justru tertekan karena biaya operasional membengkak.
Dengan memilih saham dari sektor berbeda, risiko bisa tersebar lebih merata. Jadi, kalau satu sektor sedang lesu, sektor lain mungkin tetap kuat dan menjaga stabilitas portofolio secara keseluruhan.
3. Gabungkan Saham Blue Chip dan Saham Bertumbuh
Saham blue chip biasanya berasal dari perusahaan besar, stabil, dan punya rekam jejak panjang. Pergerakannya relatif lebih tenang dan cocok untuk yang mengincar kestabilan jangka panjang. Di sisi lain, saham bertumbuh (growth stocks) berasal dari perusahaan yang sedang ekspansi besar-besaran. Potensinya tinggi, tapi risikonya juga tidak kecil.
Dengan mengombinasikan keduanya, portofolio saham akan punya keseimbangan antara keamanan dan peluang. Saham blue chip menjaga nilai tetap aman, sementara saham bertumbuh memberi ruang untuk hasil lebih besar.
4. Atur Proporsi Berdasarkan Toleransi Risiko
Setiap orang punya toleransi risiko yang berbeda-beda, tergantung usia, tujuan keuangan, dan kepribadian. Kalau merasa kurang nyaman melihat grafik merah atau penurunan harga, berarti termasuk tipe konservatif. Dalam hal ini, porsi saham yang stabil dan defensif lebih disarankan.
Tapi kalau sanggup menghadapi fluktuasi dan punya tujuan jangka panjang, bisa ambil porsi lebih besar di saham yang berisiko tinggi. Intinya, komposisi portofolio harus mencerminkan kenyamanan dan tujuan masing-masing, bukan ikut-ikutan tren.
5. Gunakan Produk Reksa Dana Saham atau ETF sebagai Pendamping
Tidak semua investor punya waktu dan energi untuk riset saham satu per satu. Kalau belum terlalu yakin atau masih belajar, reksa dana saham dan ETF bisa jadi pilihan.
Keduanya sudah dikurasi oleh manajer investasi dan otomatis terdiversifikasi. Artinya, uang yang ditanam langsung tersebar ke berbagai saham.
Produk ini bisa melengkapi portofolio, apalagi jika ingin punya eksposur yang lebih luas tapi tetap aman. Keuntungannya juga terasa untuk yang ingin investasi pasif tanpa terlalu sering memantau pasar.
6. Hindari Saham yang Bergerak Seragam
Sering kali investor pemula tanpa sadar membeli saham yang punya pergerakan mirip, misalnya semua dari sektor komoditas atau hanya bank-bank besar. Padahal, kalau semua saham di portofolio bergerak seragam, risiko justru tidak berkurang.
Diversifikasi tidak hanya soal jumlah saham, tapi juga soal korelasi antar saham. Cobalah pilih saham yang punya pola pergerakan berbeda. Misalnya, saat satu saham naik karena sentimen pasar, yang lain tetap stabil meski tidak ikut naik. Semakin tidak berkorelasi, semakin efektif diversifikasinya.
7. Evaluasi dan Rebalancing Secara Berkala
Pasar selalu berubah. Saham yang dulu punya porsi kecil bisa saja tumbuh pesat dan mendominasi portofolio. Sebaliknya, saham yang melemah bisa jadi terlalu banyak menyedot nilai investasi.
Karena itu, penting melakukan evaluasi berkala, misalnya tiap 3–6 bulan. Lihat apakah proporsinya masih sesuai dengan rencana awal. Kalau perlu, lakukan rebalancing — menyesuaikan ulang alokasi dana agar kembali seimbang.
Dengan cara ini, portofolio tetap berada di jalur yang sehat, sesuai dengan profil risiko dan tujuan jangka panjang.
Baca juga: 50 Istilah dalam Investasi Saham yang Harus Diketahui Sebelum Memulai
Membangun portofolio saham yang solid butuh lebih dari sekadar insting dan ikut-ikutan tren. Diversifikasi adalah salah satu langkah penting supaya investasi tetap aman meski pasar sedang tak menentu.
Dengan strategi yang tepat, portofolio saham bisa tumbuh lebih stabil dan risiko pun lebih terkontrol.
Mau tahu bagaimana merencanakan FIRE dan membangun aset 300 kali gaji dengan lebih detail? Kamu harus banget punya buku ini. Kamu bisa baca dan belajar secara fleksibel, dan dapatkan insight lebih detail mengenai konsep FIRE.
Sudah bisa dibeli di toko-toko buku di kota-kota besar di Indonesia! Get your copy now!
Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!