Investasi emas sudah lama menjadi jalan ninja bagi orang banyak sebagai upaya pengembangan aset. Apalagi kalau emang niat mau dipegang jangka panjang, investasi emas bisa jadi pegangan banget.
Orang-orang angkatan lawas—angkatan kakek-nenek, bapak-ibu kita—barangkali melakukannya. Hampir semua kayaknya, ya kan? Kalau ditanya, tabungannya apa, pasti jawabannya emas. Cuma ya, kebanyakan memang bukan emas logam mulia batangan, melainkan perhiasan.
Ya maklum, zaman dulu mah belum banyak pilihan investasinya. Paling ya emas, kalau enggak tanah atau rumah. Yang terakhir, kadang jadi milik bersama keluarga besar, nantinya terus dibagi-bagi. Kalau mau beli sendiri ya, modalnya kudu gede. Nah, yang bisa pake sistem tabungan dengan nyaman itu ya, emas. Makanya nggak heran, banyak yang memanfaatkannya.
Lalu, gimana di zaman sekarang?
Sekarang tuh, kan perkembangan sudah luar biasa banget, ya kan? Teknologi terutama, yang kemudian memengaruhi setiap aspek hidup kita. Salah satunya ke ekonomi, dengan munculnya new economy.
Nah, gimana tuh, apakah emas juga masih bisa menguntungkan dimanfaatkan sebagai instrumen investasi di masa new economy seperti ini? Misalnya dibandingkan dengan saham growth stock, bahkan juga ada opsi cryptocurrency?
Mari kita lihat lebih jauh.
[toc]
Apa Itu New Economy?
New economy di Indonesia diidentikkan dengan berbagai industri dari sektor teknologi dan komoditas energi terbarukan. Keduanya dianggap bakalan membawa arah perubahan dan perkembangan ekonomi Indonesia jauh ke depan nanti.
Sektor teknologi, Indonesia sudah punya senjata ampuh: populasi netijen yang muda, besar, dan aktif (meski diberi predikat sebagai “yang paling tak sopan”). Ini sudah jadi tanda adanya pasar yang luas bagi industri ini untuk berkembang lebih jauh. Sangat jauh.
Sumber energi terbarukan juga melimpah. You name it; mulai dari sinar matahari, angin, sampai gelombang laut.
Kondisi ini diperkuat oleh hasil riset Google dan Temasek yang memprediksi ekonomi digital Indonesia dapat tumbuh 23% per tahun dari USD 44 miliar di 2020 menjadi USD 124 miliar di 2025. Angka ini menunjukan pertumbuhan yang jauh lebih tinggi dibanding pertumbuhan PDB nominal Indonesia.
Tantangan yang Harus Dihadapi di Era New Economy
And then, sampailah kita pada kebutuhan untuk berinvestasi. Di zaman new economy, tak hanya kebutuhan akan barang pokok saja yang berubah, perilaku investasi juga mengalami pergeseran.
Nah, mari kita lihat, apa saja yang berubah sekarang, terkait perilaku kita mengelola keuangan—utamanya dalam hal berinvestasi.
Perilaku dan kebutuhan yang berubah
Sekarang orang maunya serbacepat dan serbapraktis. Apa aja go digital, termasuk soal investasi. Maunya ya yang cepet aja. Bahkan, kalau bisa juga cepet cuannya, dadn berkali-kali lipat. Yha!
Anyway, hal inilah yang seakan “memancing” semakin berkembangnya new economy. Apa-apa pastinya dituntut untuk menyesuaikan juga. Yang enggak bisa menyesuaikan diri dengan kebutuhan yang serbacepat dan serbapraktis ini, pastilah ditinggalkan.
Bagaimana dengan emas?
Dulu kalau beli emas, kita mesti datang ke toko emas. Ya sebenernya juga nggak masalah juga sih. Tapi, kalau mesti datang ke tokonya, pakai acara macet berjam-jam di jalan, apa ya enggak malesin?
Malesin kalau saya sih. Mendingan duit saya simpen aja deh di bank terus.
Ya, keengganan bermacet-macet > iming-iming keuntungan.
Emas bukan produk digital. Emas itu ada barang fisiknya. Yang enggak bisa dipindahkan secara “soft file”, layaknya crypto. Beli saham sekarang juga gampang banget, ya kan? Semua sekuritas punya aplikasi mobile-nya. Bahkan mau beli saham luar negeri juga sekarang gampang beud.
Terus gimana dong? Berarti, emas bukan instrumen “masa depan” dong ya?
Nggak juga. Kita punya loh, Galeri 24, yang merupakan outlet milik Pegadaian yang dapat melayani pembelian emas secara online. Produknya bahkan beragam juga, mulai dari perhiasan sampai emas batangan. Sudah pasti asli ya.
Nggak cuma bisa dibeli di websitenya, tapi juga bisa dibeli di marketplace. Kamu nggak usah ke mana-mana juga kan, jadinya untuk bisa investasi emas.
Ketidakpastian situasi
Banyak yang menyebut, bahwa emas merupakan instrumen safe haven, yang dapat melindungi nilai aset kita di saat krisis.
Ingat kan, di awal pandemi? Saat itu, pergerakan harga emas luar biasa banget. Sempat menembus Rp1 juta per gramnya! Ya, mjeski sekarang sudah berangsur menurun—tapi bukannya anjlok banget juga—tetapi dari fenomena tersebut kita sebenarnya sudah bisa bilang, bahwa emas akan selalu lebih dipilih di saat ketidakpastian.
Itu yang menggerakkan harga tuh mostly para investor kakap loh. Iya kan? Investor ritel mah ngikut aja. LOL.
Dari berita yang dirilis Kompas.com, analis Goldman Sachs memproyeksikan harga emas tahun 2022 nanti masih bisa naik lagi hingga USD 2.300 per troy ounce. Ini artinya, potensi keuntungannya bisa saja lebih dari 20% dari posisinya sekarang.
So, kalau dilihat lagi—ditambah dengan proyeksi para pakar ini—plus adanya berbagai aplikasi dan platform digital yang menawarkan investasi emas dengan lebih mudah, maka bisa dibilang bahwa investasi emas bisa menjadi pilihan instrumen yang menguntungkan ke depannya.
Amit-amit kalau kondisi kacau lagi, orang-orang juga enggak akan ke mana-mana. Selain berusaha mencairkan ke dana yang lebih likuid, ya pasti larinya ke emas lagi, emas lagi.
Toh, di masa pemulihan ekonomi seperti sekarang, harga emas juga nggak yang terjun bebas sampai beberapa puluh persen kan? Bahkan ya kalau ditarik jendela lebih lebar, dalam jangka waktu puluhan tahun, grafik harga emas juga tetap meningkat secara eksponensial. Apalagi menurut World Gold Council, permintaan konsumen untuk logam mulia meningkat di seluruh ASEAN sekarang ini.
Lalu, kita bisa ingat kata bijak Warren Buffett.
Be fearful when others are greedy, and greedy when others are fearful.
Tapi, ya harus tetap berhati-hati. Pasalnya, emas memang disebut sebagai instrumen investasi bukan tanpa alasan. Ada risikonya juga tuh, meski selalu disebut risiko rendah. Jadi, tetap ada muncul peluang merugi.
Investasi Emas Nggak Akan Menguntungkan Kalau …
1. Untuk Jangka Pendek
Kalau ditarik pada jangka pendek, jelas investasi emas tidak akan menguntungkan.
Gimana bisa menguntungkan, kalau sedetik setelah kamu beli, ketika kamu jual kembali pada penjual yang sama, nilainya sudah turun. Itulah karena emas itu ada harga buyback, yaitu harga pembelian kembali yang sekian persen lebih rendah daripada harga pembelian pertama oleh konsumen dari penjual.
So, mau investasi emas, ya pastikan bahwa kamu akan keep dalam durasi yang cukup panjang, di atas 5 tahun.
2. Bukan Batangan
Ada beberapa orang memang suka mengoleksi perhiasan emas. Ya, itu nggak masalah sih. Kan “judul”-nya mengoleksi perhiasan, dan bukannya investasi emas.
Untuk investasi emas, menyimpan dalam bentuk perhiasan justru akan menurunkan nilainya secara cukup signifikan. Ada beberapa penyebab:
- Dalam perhiasan, bisa jadi bukan emas saja yang menjadi bahan bakunya. Itu pun belum tentu emas murni.
- Ada ongkos pembuatan dalam perhiasan, yang kadang akan menjadi faktor pengurang harga buyback-nya.
- Kalau style perhiasannya out of date, alias ketinggalan zaman, ini juga bisa menurunkan harganya ketika dijual kembali.
So, pastikan untuk selalu membeli logam mulia—dalam hal ini, emas—dalam bentuk batangan ya. Kalaupun mau beli perhiasan, ya nggak masalah. Tapi “judul”-nya akan berbeda, sehingga perlakuannya pun akan tak sama.
3. Gramasi Kecil
Ada sebagian orang yang pengin ikut-ikutan beli emas. Tapi, karena memang kurang mampu, maka bisanya beli gramasi kecil. Ya, itu nggak apa. Daripada nggak investasi sama sekali, yekan?
Tapi kamu perlu tahu, bahwa emas gramasi kecil, jatuhnya harga akan lebih mahal. Membeli gramasi kecil biasanya akan dibilang justru jatuhnya rugi kalau dimanfaatkan sebagai instrumen investasi. Idealnya, belilah dalam bentuk batangan ukuran 100 gram-an. Harganya akan jauh lebih murah.
But then again, semua tergantung kemampuan masing-masing juga kan ya?
Barangkali bisa nih, kamu tabung dulu di reksa dana pasar uang dana untuk beli emasnya. Baru kalau sudah terkumpul cukup untuk beli 100 gram, cairkan deh semuanya untuk beli emas.
Kesimpulan
Nah, gimana pendapat kamu? Setelah membaca uraian di atas, lalu apa jawaban untuk pertanyaan yang saya lontarkan di bagian judul?
Simpan saja jawabanmu, nggak perlu ditulis di kolom komen. Pasalnya, semua kan kembali ke kebutuhan dan preferensi kamu pribadi. Nggak harus investasi emas juga kok. Yang penting, kebutuhanmu apa? Lalu manfaatkan instrumen yang dapat melayani kebutuhanmu itu.
Semoga artikel ini bermanfaat ya.
No Responses