Beberapa waktu yang lalu, kembali heboh dunia ini lantaran keluhan beberapa nasabah perusahaan asuransi yang mengaku uangnya raib. Beberapa perusahaan asuransi besar lantas diadukan, terutama diviralkan di media sosial karena diduga melakukan penipuan asuransi.
Wah, kayaknya serieus banget nih, kalau udah mulai soal tipu menipu ini? Benarkah perusahaan sebesar itu melakukan penipuan asuransi? Mari kita lihat hasil penelusurannya.
[toc]
Penipuan Asuransi?
Dilansir dari berita yang dirilis oleh salah satu portal berita online, ada yang mengaku mengalami kerugian hingga Rp300 juta. Seharusnya ia sudah mendapatkan Rp1.32 miliar dari 4 polis. Alih-alih, ia hanya mendapatkan Rp1.02 miliar saja.
Orang lain lagi mengaku telah menjadi nasabah suatu perusahaan asuransi selama 7 tahun, sehingga seharusnya—menurut ilustrasi—ia akan menerima Rp42 juta. Tetapi, sayangnya, hanya Rp20 juta saja yang dapat diterimanya. Saat ini, ia mengaku belum tutup polis, karena masih berharap uangnya bisa kembali.
Yang terbaru, ada seseorang yang telah menjadi nasabah sebuah perusahaan asuransi ternama selama 6.5 tahun. Premi per bulan Rp350 ribu. Seharusnya, ia bisa menerima Rp27 juta. Tapi ya, boro-boro. Saat tutup polis, ia hanya menerima Rp9.2 juta saja. Di perusahaan asuransi yang lain, ia juga membeli polis, tapi hanya mendapatkan Rp32.6 juta saja, tidak seperti yang dijanjikan oleh sales sebesar Rp85 juta.
Itulah beberapa keluhan terbaru yang sekarang lagi ramai di media sosial dan pemberitaan-pemberitaan online.
So, ada apakah dengan dunia asuransi? Benarkah perusahaan-perusahaan ternama tersebut melakukan penipuan asuransi?
Asuransi Adalah Perlindungan terhadap Risiko Keuangan yang Bisa Terjadi
Untuk bisa memahami masalah penipuan asuransi yang terjadi ini, mari kita mundur sejenak dan melihat lagi apa definisi dari asuransi itu sendiri.
Menurut KBBI, asuransi adalah perjanjian antara dua pihak; pihak yang satu berkewajiban membayar iuran dan pihak yang lain berkewajiban memberikan jaminan sepenuhnya kepada pembayar iuran apabila terjadi sesuatu yang menimpa pihak pertama atau barang miliknya sesuai dengan perjanjian yang dibuat.
Asuransi adalah perlindungan terhadap risiko keuangan yang bisa terjadi yang diakibatkan oleh bencana, musibah, dan penyebab yang lain. Garis bawahilah kata “perlindungan terhadap risiko”. So, dari sini kita pahami ya, bahwa sebagai perlindungan maka sudah pasti ia harus tanpa risiko, ia harus memberikan keamanan.
Ibaratnya, kita mempekerjakan seorang satpam untuk menjaga rumah kita. Saat ada maling masuk, misalnya, adalah menjadi tugas satpam untuk mengatasinya. Ketika rumah aman, apakah lantas kita meminta kembali uang yang sudah kita berikan sebagai gaji si satpam? Enggak kan?
Konsep ini sama dengan konsep cara kerja asuransi. Kalau satpam memberikan perlindungan terhadap kemungkinan ancaman di rumah kita, kalau asuransi memberikan perlindungan terhadap risiko keuangan yang terjadi akibat bencana, musibah, dan hal-hal yang tak diinginkan lainnya.
Risiko yang Di-cover dengan Asuransi
Risiko seperti apa sih?
Ya misalnya, soal kesehatan. Asuransi akan mengcover risiko keuangan yang ditimbulkan karena kita sakit, untuk keperluan membeli obat sampai biaya kamar rumah sakit jika kita mesti opname.
Contoh lain. Kita membeli asuransi properti untuk melindungi risiko keuangan yang terjadi karena rumah kita kebakaran atau kejatuhan pesawat terbang. Saat musibah beneran datang, kita akan mendapatkan uang yang bisa kita manfaatkan untuk memperbaiki apa yang rusak. Kalau musibah enggak datang? Ya, kayak satpam tadi.
Ada beberapa jenis risiko yang bisa dicover oleh asuransi, yang kini jenisnya sudah cukup banyak yang bisa dipilih sesuai dengan kebutuhan kita. Jenis asuransi di Indonesia ada banyak, sudah pernah dibahas juga di blog ini, jadi silakan dibaca (lagi) ya.
Asuransi Investasi?
Menilik lagi kasus yang terjadi, rata-rata nasabah yang mengalami penipuan asuransi mengaku hal ini terjadi lantaran dana investasi mereka menguap.
Loh, asuransi kok investasi?
Nah, di sini salah kaprahnya.
Asuransi berfungsi sebagai perlindungan terhadap potensi risiko keuangan yang bisa terjadi. Sedangkan investasi merupakan usaha untuk mengembangkan aset yang kita miliki, namun ada risiko yang juga harus dipahami dan disadari. Bagaimana bisa menjadi fungsi perlindungan, kalau instrumennya sendiri berisiko?
Namun, ya begitulah cara kerja produk asuransi unit link; asuransi sekaligus investasi. Sayangnya, hal ini terlambat disadari dan dipahami oleh nasabah. Bahkan, ada yang mengaku bahwa agen tidak menjelaskan bahwa produk yang ditawarkannya adalah unit link.
Jadi, akar masalahnya di mana dong kalau begitu? Nasabah yang kurang paham, atau agen yang kurang detail dalam penjelasannya? Entahlah, mungkin hanya Tuhan dan mereka yang tahu.
Asuransi Tak Bisa Sefungsi dengan Investasi
FYI, produk asuransi unit link memang biasanya dipasarkan dengan iming-iming cuan investasi sebagai bonusnya. Pada umumnya sih dijelaskan, kalau dengan produk unit link ini, nasabah bisa melakukan investasi sekaligus mendapatkan asuransinya. Bahkan nanti di iuran kesekian, nasabah tak perlu membayar premi lagi, karena (harapannya) instrumen investasinya sudah memberikan return yang cukup.
Potensi cuan inilah yang biasanya membuat (calon) nasabah tertarik untuk memilih asuransi unit link alih-alih asuransi konvensional, yang uangnya enggak bakal balik.
Uang nasabah yang disetorkan untuk premi asuransi unit link akan dialokasikan sebagai dana investasi di pasar modal. Tetapi, sayangnya risiko pasar modal inilah yang kadang tak (atau lalai?) disampaikan. Padahal, di pasar modal, risiko adalah kepastian. Uang atau dana investasi bisa menguap kapan saja, saat pasar mengalami tren penurunan.
Ya wajar saja kalau yang “hilang” bisa sampai ratusan juta. Lihat sendiri deh, grafik pergerakan IHSG selama tahun 2020, yang anjlok sebesar 4.85%. Ditambah lagi, dalam periode yang sama, rupiah juga melemah 1,15% terhadap dolar AS. Wassalam.
Meski sekarang sudah kembali menembus angka psikologisnya, tetapi ya tetap saja masih berfluktuasi.
Kesimpulan
Jadi, gimana? Apakah ini berarti penipuan asuransi? Ataukah, kita sebagai (calon) nasabah yang harus pintar memilih; mencerdaskan diri sendiri dulu, baru kemudian mencari produk yang sesuai dengan kebutuhan kita?
Kalau kita sudah tahu apa yang kita butuhkan, sudah pasti kita nggak akan sayang untuk mengeluarkan uang demi mendapatkan manfaatnya dong ya? Begitulah seharusnya dengan asuransi. Seharusnya bukan cuan yang menjadi fokus kepemilikannya, melainkan manfaat yang bisa kita dapatkan.
Kalau mau cuan, produk yang tepat bukan asuransi. Apa dong? Ya yang lain.