Sebagai seorang freelancer, saya berjuang dengan penghasilan yang tidak tetap. Kadang ya capek, setiap bulan berharap-harap cemas klien saya tidak memutus kontrak dan tetap melanjutkan jobnya untuk saya. However, setelah sekian lama, akhirnya saya bisa juga mencapai target tabungan yang saya inginkan. Saya bisa meraih 200 juta pertama dengan penghasilan sebagai freelancer.
Mungkin buat sebagian orang merasa, ah, 200 juta mah kecil! Tapi nggak buat saya Ini tuh butuh perjuangan sendiri, mengingat:
- Saya orangnya pilih-pilih, saya yang memilih dengan siapa saya ingin bekerja.
- Saya suka kerjaan saya, tapi sebisa mungkin tetap menomorsatukan keluarga. Jadi, ketika waktunya libur, ya saya akan libur. Ketika sudah waktunya berhenti bekerja untuk istirahat, ya saya pengin istirahat, rebahan, nonton Netflix.
- Saya tetep pengin bisa banyak-banyak kasih self reward, karena sungguh, bekerja sebagai freelancer itu jauh di luar bayangan saya. LOL.
So, saya bukannya pengin pamer sih di artikel ini. Toh, saya juga merasa tidak punya privilege apa pun. Bahkan akan dengan jujur saya akui, saya baru bisa meraih 100 juta pertama di 40s, dan 200 juta di 40s plus. Nggak seperti yang viral di medsos-medsos soal 100 juta di usia 25 tahun kan? Telat banget bahkan, di usia segini baru dapat 200 juta.
Tapi yah, seenggaknya saya berusaha berlari mengejar ketertinggalan. Itu yang penting. Ngos-ngosan? Jelas. Berasa berdarah-darah, tahu nggak sih? LOL. Dasar lebayatun.
Disclaimer: Artikel ini bukan ditulis oleh Bang Mamat, dan tidak ditulis untuk pamer. Ini adalah sekelumit catatan perjalanan keuangan seorang freelancer.
[toc]
3 Langkah Meraih 200 Juta Pertama
1. Ubah mindset
Saya banyak membuat kesalahan di masa lalu, terutama terkait sama keuangan saya.
Kesalahan utama saya adalah saya selalu berpikir, saya kerja di daerah dengan UMR terkecil se-Indonesia, lalu apa yang bisa saya harapkan? Kayaknya juga ke depannya, akan kecil kemungkinan saya meninggalkan kota ini juga. I’m stuck in here.
Pola pikir tersebut tanpa saya sadari menggerogoti alam bawah sadar saya. Saya pun lantas mengembangkan diri sendiri sebagai orang yang terlalu nrimo, cuma nurut gimana jalannya alam semesta.
Masih ditambah lagi ketika setiap kali menerima gaji, gaji itu juga langsung ludes. Dan, alih-alih saya mencari cara supaya masalah ini teratasi, saya kembali menyalahkan gaji saya yang kecil!
Mindset ini bertahan begitu lama di otak saya. Tanpa saya sadari, saya sudah membuat diri saya sendiri begitu kerdil. Hingga di suatu titik, saya tiba-tiba saja sadar. Nggak bisa nih, kalau cuma mau mengandalkan orang lain. Hidup saya, ya saya sendiri yang atur.
So, kalau kamu sekarang berpikir dan “berbangga” kalau kamu adalah sobat misqueen, nggak punya privilege, gaji kecil, … stop that! Kalau memang mau berkembang, jangan pernah punya mindset ini deh.
Nggak usah baperan juga. Baca berita Maudy Ayunda berhasil menamatkan S2 di luar sono aja langsung “terpanggil” untuk ngomelin karena dia punya privilege, sedangkan diri sendiri nggak punya. Beneran nggak punya, apa nggak mau?
Ingat, jalan orang beda-beda. Maudy punya privilege-nya sendiri, kita juga punya sendiri. Maudy pintar memanfaatkan privilege-nya hingga seperti sekarang, lalu, gimana dengan kita? Jangan-jangan karena terlalu fokus menyoroti privilege orang lain, kita malah nggak sadar punya privilege sendiri juga?
2. Perbaiki kesalahan
Lalu, kalau sudah sadar melakukan kesalahan, aturannya ya segera diperbaiki. Betul?
Yes, jadi kayak baru bangun dari mimpi panjang, saya baru bener-bener kerja keras di mid 30s saya. Please jangan lakukan kesalahan yang sama dengan saya, yang baru sadar finansial sangat telat.
Saya sendiri segera gaskeun mengejar ketertinggalan saya di late 30s. Saya baru sadar potensi diri sendiri menjelang usia 40-an. Dan, saya nggak mau tertinggal lagi, jadi saya gaspol.
Beberapa hal yang saya lakukan untuk memperbaiki kesalahan:
Mencatat Pengeluaran dan Pemasukan
Cari gimana caranya, supaya saya bisa mencatat pengeluaran dan pemasukan, tanpa saya harus mencatat. LOL. Saya sudah berulang kali membuat sistem pencatatan keuangan, dan semua zonk. Selalu lupa nyatet.
Akhirnya, saya minta Ibuk untuk mencatatkan. Hahaha. Sampai sekarang sudah jalan lancar, dan saya lagi mencoba mengajari anak tertua untuk mencatat keuangan, biar nanti kapan-kapan bisa menggantikan Ibuk.
Belajar Investasi
Ketika saya sadar bahwa kebiasaan keuangan saya buruk sekali, maka saya sudah niat pengin belajar mengelola keuangan dengan lebih baik lagi. Salah satunya, kenalan dari awal dengan investasi lagi. Saya kosongkan gelas, dan mulai belajar lagi pelan-pelan.
Ndilalah, saya dapat job buat bikin konten-konten finansial. Ya tentu saja langsung saya sanggupi. Inilah privilege saya. Saya bisa belajar keuangan—sesuai niat—sekaligus dapat penghasilan. Semestakung.
Tambah stream income
Saya memang “hanya” bisa bekerja dari rumah. Sudah sejak 2015, saya memutuskan untuk menjadi freelancer. Berpenghasilan tidak tetap itu memang mengerikan di awal. Karena kita enggak akan tahu, bulan depan masih bisa bekerja atau enggak.
Tapi, ada sisi lain yang menguntungkan. Bahwa sebagai seorang freelancer, kamu boleh bekerja pada lebih dari 1 “bos”, alias klien. Beda dengan orang kantoran, yang rerata sih ya hanya boleh bekerja di satu tempat. Kalaupun nyambi di tempat lain, etikanya ya jangan sampai dalam satu sektor.
Tapi, freelancer mah bebas! Selama klien nggak mengikatmu dengan kontrak eksklusif dan mereka tahu kamu freelancer, kamu bisa mencari penghasilan dari mana saja.
So, sekarang kamu tinggal sesuaikan saja dengan waktu dan tenaga. Dalam satu hari, kamu bisa handle berapa job? Gaspol! Karena 100 juta, 200 juta pertama nggak akan kepegang, kalau kamu nggak kerja secara aktif lebih dulu. Kecuali kalau kamu dapat warisan, hibah, atau menang lotere.
3. Stay living below your mean
Nah, punya penghasilan seberapa besar pun, pasti akan tekor kalau kita itu halu. Merasa punya banyak duit, padahal enggak.
Jadi, sebaiknya, jaga pikiran tetap waras. Termasuk ketika invoice besar baru cair. Inget-inget nih—meskipun kadang ya merasa kejam sama diri sendiri—duit invoice ini bisa jadi duit terakhir yang bisa kita dapatkan. Mau itu nominal berapa pun.
Jadi, perhatikan pemakaiannya. Kalaupun mau kasih self reward, ambil persentase di depan. 5% atau 10%, nggak usah banyak-banyak. Tuh, belanjain deh sampai habis. Sisanya, anggap saja itu duit terakhirmu. Pakai dengan bijak.
Live below your means. Hidup sesuai dengan kemampuan.
Ini ternyata “keterampilan” yang cukup sulit juga ya. LOL. Iya, saya tahu kok. Makanya saya nggak pernah menyepelekan sekalimat pendek sederhana ini. Susah, tapi harus dilakukan, kalau mau meraih 200 juta pertama sebagai seorang freelancer.
Lalu, di mana saja saya simpan 200 juta itu?
Ada di beberapa tempat:
- Tabungan biasa, ini cukup banyak kalau orang bilang sih. Tapi, saya memang butuh dana darurat yang lebih banyak juga.
- Tabungan berjangka dan deposito, ini juga bagian dari dana darurat.
- Emas, ini 50-50 sama suami.
- Reksa dana pasar uang, tempat favorit saya menyimpan uang. Satu-satunya instrumen investasi yang masih positif ketika pandemi melanda kemarin.
- Reksa dana pendapatan tetap, ini juga andalan.
- ORI dan SBR, sempat dua kali beli. Tapi kayaknya udah dulu, nanti beli lagi kalau sudah jatuh tempo lagi.
- Saham, saat ini baru 4 emiten dalam negeri saja, masing-masing masih sedikit banget. Nggak apa, I am getting there anyway.
The Bottom Line is …
So, buat kamu yang sempat mampir ke sini dan baca tulisan ini, saya berharap cerita saya dimaknai begini:
- Telat bangun aset? Nggak apa, yang penting sekarang cari cara supaya mengejar ketertinggalanmu.
- Personal finance itu ya sifatnya personal. Makanya disebut “personal” finance. Jadi, ya kamu sendiri plannernya, executornya, reviewernya, evaluatornya, dan motivatornya. Bukan orang lain.
- Kalau saya bisa melakukannya, maka kemungkinan besar orang lain juga bisa, karena siapa saya? Sama-sama bukan Maudy Ayunda kan, kita? Jadi, tak perlu mengasihani diri sendiri karena gaji kecil, gaji UMR. Cari cara supaya bisa jalan dan raih 200 juta pertamamu.
- Orang lain udah pada punya 100 juta di usia 25 tahun? Ya, so what? Maudy Ayunda punya privilege hingga bisa kayak sekarang? Ya, so what?
So what? Live in your lane, and work your ass off!