Dalam Rapat Dewan Gubernur BI bulan Oktober 2022 lalu, akhirnya diputuskan bahwa suku bunga acuan BI kembali naik menjadi 4,75%. Padahal di bulan September 2022, Bank Indonesia sudah menaikkan juga tingkat suku bunga ini sebesar 0,5 poin menjadi 4,25%.
Hasil rapat tersebut menjelaskan pandangan bank sentral mengenai ekonomi global yang kemungkinan menjadi lebih lambat pada 2023. Akan tetapi, dari sisi domestik BI sendiri memperkirakan kalau ekonomi Indonesia masih bisa tumbuh pada kisaran 4,5% sampai 5,3% pada tahun 2022.
Sementara itu, tingkat inflasi sudah mencapai 5.95% di bulan September 2022. Selengkapnya mengenai data inflasi yang memicu naiknya tingkat suku bunga acuan ini bisa dilihat pada infografis dari Badan Pusat Statistik berikut.
Tak pelak, kenaikan suku bunga acuan ini memberikan pengaruh dalam beberapa aspek, tak kecuali bagi masyarakat Indonesia. Apa saja? Yuk, kita lihat!
[toc]
Apa Pengaruh Suku Bunga Acuan BI Naik Bagi Masyarakat?
1. Memperlambat pertumbuhan ekonomi
Seorang ekonom, Abdullah Redjalam mengatakan jika kenaikan interest rate punya potensi untuk memperlambat pertumbuhan ekonomi nasional. Akan tetapi, dampak kebijakan moneter ini tak langsung berimbas pada perekonomian. Namun, bisa dipastikan, kenaikan suku bunga acuan BI ini akan terasa beberapa bulan ke depan, karena memang tidak bersifat segera.
Pertumbuhan ekonomi pada tahun ini masih belum banyak terganggu karena pertumbuhan ekonomi masih sesuai ekspektasi BI , akan tetapi pada dua triwulan ke depan atau enam bulan mendatang baru akan terasa. Hal ini terjadi karena kenaikan suku bunga acuan BI secara bertahap mendorong kenaikan interest rate deposito perbankan, lalu diikuti juga dengan kenaikan interest rate kredit.
Setelah sektor perbankan terdampak, barulah merambah pada sektor konsumsi dan investasi nasional yang akan memengaruhi pertumbuhan ekonomi secara signifikan. Intinya, kenaikan suku bunga acuan BI membutuhkan waktu dalam bertransmisi ke beberapa sektor.
2. Sektor usaha terdampak
Kenaikan interest rate BI ini mungkin akan efektif dalam mengendalikan inflasi dalam negeri. Namun, di sisi lain, punya risiko memperlambat pertumbuhan ekonomi. Pasalnya, sektor usaha akan terpengaruh akibat dari daya beli masyarakat yang menjadi tertahan karena suku bunga kredit atau pembiayaan menjadi naik.
Akibatnya, kenaikan interest rate ini juga membuat sektor usaha terdampak.
3. Kurs rupiah menguat
Menurut Direktur Center of Economic and Law Studies, Bhima Yudhistira mengatakan bahwa kenaikan suku bunga acuan dapat memperkuat ketahanan kurs rupiah terhadap dollar AS. Bank Indonesia mencatat per 1 Januari sampai 19 Oktober 2022 (yoy), nilai tukar rupiah ini telah mengalami depresiasi sebesar 8,03% dibandingkan dengan level akhir pada tahun 2021.
Depresiasi ini disebabkan oleh kuatnya dollar AS karena indeks nilai tukar dollar AS terhadap mata uang utama (DXY) bisa tembus sampai rekor tertinggi sebesar 114,76 per 28 September 2022 dan juga tercatat 112,98 per 19 Oktober 2022 yang artinya mengalami penguatan sebesar 18,1% pada tahun 2022.
Sebenarnya, sebelum interest rate BI ini naik, peluang nilai tukar rupiah yang melemah sampai Rp16.000 per dollar AS masih terbuka karena faktor yang memengaruhi masih akan tetap berlanjut. Faktor eksternal penekanan rupiah dalam bentuk kenaikan suku bunga acuan bank di sentral AS The Fed juga mungkin masih akan terjadi sampai akhir 2022, bahkan bisa jadi hingga awal 2023.
Hal ini juga berkaitan dengan keagresifan The Fed dalam menaikkan suku bunga acuan pada tahun ini yang membuat selisih suku bunga acuan Bank Indonesia dan juga AS terlihat semakin tipis. Bank Indonesia terhitung sudah 3 kali menaikkan tingkat bunga dengan total 100 bps sepanjang tahun 2022 menjadi 4,75%. Bank Indonesia sendiri memerlukan kenaikan suku bunga acuan untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah agar tidak semakin melemah.
4. Bunga deposito dan kredit mengalami kenaikan
Kenaikan suku bunga acuan BI ini membuat perbankan harus mengubah kembali kebijakan mengenai besaran bunga deposito dan kredit perumahan, kendaraan, hingga kredit lainnya.
Meskipun begitu, kenaikan suku bunga perbankan masih terbatas. Hal ini disebabkan oleh likuiditas perbankan terbilang masih longgar. Dengan demikian, efek tunda atau lag affect transmisi suku bunga kebijakan pada suku bunga deposito dan kredit menjadi lebih panjang. Transmisi dari kebijakan peningkatan suku bunga acuan ini juga masih belum terjadi secara penuh. Pasalnya, rata-rata kenaikan suku bunga kredit sebesar 2 bps atau setara dengan 0,02%. Sementara, kenaikan suku bunga deposito 10 bps atau setara dengan 0,10%.
5. Kredit modal kerja lebih cepat terdampak
Kenaikan ini membuat perbankan menjadi harus lebih cepat dalam proses penyesuaiannya, terutama yang berkaitan dengan kredit modal kerja. Hal ini terjadi karena kredit modal kerja menjadi lebih tinggi dibandingkan dengan non performing loan atau rasio kredit bermasalah. Hal tersebut juga diperkirakan akan menaikkan suku bunga kredit yang punya potensi untuk mendorong kenaikan biaya pinjaman pelaku usaha.
Tip Menghadapi Kenaikan Suku Bunga Acuan
Well, dampaknya memang lumayan sih, apalagi kalau kamu sekarang masih dalam proses kredit melalui perbankan untuk berbagai keperluan. Terus gimana dong?
Beberapa tip berikut ini mungkin bisa coba kamu lakukan demi menghadapi tren suku bunga BIyang sedang naik.
- Segera lunasi berbagai pinjaman, khususnya pinjaman konsumtif
- Lakukan pengajuan takeover KPR ke bank lain yang menawarkan bunga lebih rendah
- Alihkan sebagian simpanan perbankan pada instrumen lain yang punya imbal hasil lebih tinggi, misalnya seperti reksa dana. Pasalnya meski bunga deposito berpeluang naik, tetap saja tidak akan lebih tinggi daripada inflasi.
- Kendalikan diri untuk tidak belanja konsumtif, apalagi sampai terjerat utang.
Nah, semoga teman-teman bisa mengatasi semua hal yang mungkin terjadi sebagai dampak kenaikan suku bunga acuan ini. Yah, namanya hidup, pasti ada perjuangannya ya kan? Tapi tetap optimis, karena pada dasarnya situasi seperti ini tak hanya sekali ini saja kita lalui. Kita pernah melaluinya dengan baik, dan di depan barangkali masih akan banyak situasi serupa yang akan harus kita hadapi juga. So, tak perlu panik, beradaptasilah dengan perubahan, dan yang penting, berpikiran terbuka untuk berbagai solusi terbaik. Terutama soal keuangan.