Belakangan, Jakarta punya predikat nomor satu, dari sisi parahnya polusi udara, menurut data indeks kualitas udara (AQI).
Ya, Jakarta menduduki peringkat pertama sebagai kota dengan kualitas udara terburuk. AQI Jakarta mencapai angka 170, yang artinya udaranya masuk kategori tidak sehat, yang diikuti oleh Dubai dan Johannesburg. Bahkan di beberapa wilayah di Jakarta kualitas udaranya lebih buruk lagi. Seperti Cilandak Timur dan Kebayoran Lama yang mencatat angka 206.
Apa penyebabnya? Dinas Lingkungan Hidup Jakarta menyebutkan musim kemarau yang sedang berlangsung adalah salah satu alasan utamanya. Yah, memang sih, biasanya antara Juli sampai September, musim kemarau sedang di puncaknya. Inilah yang bikin kualitas udara jadi tak maksimal.
Polusi udara di Jakarta yang terus meningkat tak hanya memengaruhi kesehatan loh, tetapi juga memengaruhi kondisi finansial pribadi. Bahkan, pola konsumsi kita sehari-harilah yang menyebabkan polusi udara di Jakarta menjadi yang terburuk.
Kok bisa?
Pola Konsumsi yang Menyebabkan Tingginya Polusi Udara
Yes, polusi udara di Jakarta bukan hanya masalah lingkungan, tetapi juga masalah finansial yang serius bagi penduduknya. Mengatasi polusi udara bukan hanya akan meningkatkan kualitas hidup dari segi kesehatan, tetapi juga dari segi finansial pribadi.
Bahkan lebih jauh, hal ini terkait erat dengan pola konsumsi kita—sebagai penduduk Jakarta—sehari-hari loh. Jadi bisa dikatakan, hal keuangan menyebabkan polusi udara dan kemudian memunculkan masalah keuangan baru.
Pola konsumsi masyarakat modern memiliki dampak langsung dan tidak langsung terhadap polusi udara. Berikut beberapa aspek dari pola konsumsi yang berkontribusi pada permasalahan polusi udara.
Konsumsi Bahan Bakar Fosil
Bahan bakar fosil, seperti minyak, batu bara, dan gas alam, selama bertahun-tahun telah menjadi tulang punggung dari perkembangan industri dan transportasi di seluruh dunia. Namun, pembakaran bahan bakar ini menghasilkan sejumlah besar emisi gas rumah kaca dan polutan lain yang memengaruhi kualitas udara kita.
Setiap kali kita menyalakan mesin mobil atau sepeda motor, bahan bakar fosil dibakar dan mengeluarkan karbon dioksida, sulfur dioksida, nitrogen oksida, dan partikel halus ke atmosfer.
Sementara, di tingkat rumah tangga, penggunaan bahan bakar fosil juga menjadi perhatian. Dari AC sampai memasak, banyak aktivitas sehari-hari yang mengandalkan bahan bakar ini. Kemudian di sektor industri, bahan bakar fosil pun memainkan peran sentral. Pembangkit listrik yang berbasis batu bara atau gas alam mengalirkan listrik ke rumah dan bisnis kita. Dalam prosesnya, mereka juga memancarkan polutan udara dalam jumlah besar. Meskipun teknologi telah membantu mengurangi beberapa emisi ini, volume keseluruhan tetap tinggi, terutama di area industri padat.
Pembuangan Sampah
Dalam masyarakat konsumtif saat ini, produksi sampah terus meningkat. Mulai dari kemasan makanan, botol plastik, hingga barang elektronik yang sudah tidak berfungsi, semuanya menumpuk dengan cepat. Ini saja sudah jadi masalah, apalagi kalau pengelolaannya salah. Kayak, alih-alih didaur ulang, malah dibakar.
Sementara, pembusukan sampah organik di tempat pembuangan akhir menghasilkan metana, gas rumah kaca yang 25 kali lebih poten dalam pemanasan global dibandingkan karbon dioksida. Tanpa pengelolaan yang tepat, tempat pembuangan sampah bisa menjadi bom waktu bagi perubahan iklim.
Tantangan polusi udara dari pembuangan sampah juga mencerminkan ketidakseimbangan dalam pola konsumsi kita. Di era konsumerisme, kita sering kali membeli lebih dari yang kita butuhkan dan membuang lebih dari yang kita gunakan.
Penggunaan Produk Elektronik
Di era digital ini, hampir semua orang terikat dengan berbagai perangkat elektronik. Di balik kemudahan yang ditawarkan oleh berbagai produk elektronik ini, ada dampak tersembunyi yang mungkin jarang kita sadari: kontribusi produk elektronik terhadap polusi udara.
Bila kamu melihat lebih dalam, banyak produk elektronik dibuat dari berbagai material yang memerlukan proses ekstraksi dan manufaktur. Tahapan ini seringkali membutuhkan energi yang berasal dari pembakaran bahan bakar fosil, seperti batu bara atau gas alam. Emisi dari pembakaran ini menjadi salah satu penyebab polusi udara.
Selain itu, kamu mungkin tahu bahwa teknologi berkembang dengan sangat cepat. Ponsel atau laptop yang kamu beli tahun lalu mungkin sudah dianggap kuno tahun ini. Hasilnya? Meningkatnya keinginan untuk selalu upgrade.
Perangkat lama yang dibuang tanpa pengelolaan yang tepat bisa mengakibatkan pencemaran. Sebagian besar elektronik mengandung bahan kimia berbahaya yang, ketika tidak ditangani dengan benar, bisa menyebabkan polusi tanah dan air, yang secara tidak langsung juga berkontribusi pada polusi udara. Lebih jauh lagi, saat perangkat elektronik berada di akhir siklus hidupnya dan menjadi sampah elektronik atau e-waste, pengelolaannya menjadi tantangan tersendiri.
So, melihat dari 3 hal di atas saja, rasanya enggak heran jika pola konsumsi kita ternyata bener-bener berpengaruh terhadap lingkungan—terkhusus terhadap polusi udara. Ini kita belum ngomongin soal industri loh. Mereka memproduksi berbagai barang yang kemudian kita beli untuk kebutuhan pribadi, yang pastinya juga memengaruhi kualitas udara yang kita hirup setiap harinya.
Kalau mau ditelusur, memang banyak sekali hal yang kita lakukan yang merusak kualitas udara ini. Sampai di sini, apakah kamu sadar, bahwa kita sendiri yang bertanggung jawab atas polusi udara Jakarta yang terburuk sedunia tersebut?
Dampak Finansial yang Terjadi jika Polusi Udara Buruk
Polusi udara, selain memberikan dampak buruk terhadap kesehatan dan lingkungan, juga memberikan dampak signifikan pada kondisi finansial baik pada skala makro (negara atau kota) maupun skala mikro (individu atau rumah tangga). Berikut beberapa dampak finansial yang ditimbulkan oleh polusi udara.
Biaya Kesehatan
Polusi udara dapat meningkatkan risiko penyakit pernapasan, kardiovaskular, dan beberapa penyakit lainnya. Ini berarti meningkatnya biaya pengobatan, obat-obatan, dan rawat inap. Belum lagi buat para pengabdi gajian nih. Karyawan yang sakit karena dampak polusi udara mungkin harus absen dari pekerjaannya, sehingga mengurangi produktivitas dan potensi pendapatan.
Dampak Ekonomi Makro
Paling jelas terjadi sih penurunan nilai properti ya. Area dengan kualitas udara yang buruk cenderung kurang diminati oleh pembeli atau investor, yang dapat menurunkan nilai properti di area tersebut.
Belum lagi di sektor pariwisata. Kota atau negara dengan masalah polusi udara bakalan mengalami penurunan kunjungan turis, yang berdampak pada pendapatannya. Di samping itu, pemerintah pun harus mengeluarkan dana yang signifikan untuk program pembersihan udara dan rehabilitasi lingkungan.
Biaya Tambahan bagi Bisnis
Dari sisi bisnis, biaya operasional juga ada kemungkinkan meningkat karena butuh biaya tambahan, misalnya untuk berbagai macam teknologi untuk memenuhi standar emisi atau untuk melindungi kesehatan karyawan.
Di sisi lain, perusahaan yang dianggap sebagai penyumbang utama polusi udara mungkin menghadapi kerugian reputasi, yang dapat berdampak pada penjualan atau hubungan dengan stakeholder.
Pengeluaran Rumah Tangga Meningkat
Untuk mengurangi risiko kesehatan dari polusi udara, kita juga akan kena efek juga. Misalnya kita butuh pengeluaran ekstra untuk biaya perawatan kesehatan. Misalnya jadi butuh filter udara, masker, dan peralatan lainnya.
Mengidentifikasi dan memahami dampak finansial dari polusi udara adalah langkah penting dalam merumuskan solusi dan strategi mitigasi untuk mengurangi polusi dan dampaknya terhadap ekonomi.
Ubah Pola Konsumsi untuk Mengurangi Polusi Udara
Mengubah pola konsumsi merupakan salah satu cara efektif untuk mengurangi polusi udara. Berikut beberapa solusi yang dapat dilakukan untuk mengubah pola konsumsi guna mengurangi dampak polusi udara.
Kendaraan Ramah Lingkungan
Sekarang pemerintah memang lagi getol menyosialisasikan penggunaan kendaraan listrik yang lebih ramah lingkungan. Kendaraan bertenaga listrik tidak mengeluarkan emisi langsung ke udara, sehingga membantu mengurangi polusi udara.
Selain itu, pemerintah Jakarta juga lagi rajin memperbaiki berbagai fasilitas transportasi umum. Harapannya, dengan sarana dan prasarana yang lebih oke, warga Jakarta jadi lebih memilih transportasi umum untuk bepergian, sehingga dapat mengurangi kemacetan dan emisi.
Konsumsi Energi yang Berkelanjutan
Salah satunya adalah menggunakan energi terbarukan. Seperti tenaga surya, angin, atau hidroelektrik untuk kebutuhan rumah tangga atau bisnis.
Selain itu, setiap warga juga wajib untuk melakukan efisiensi energi dalam setiap aspek hidup sehari-hari. Misalnya, memilih peralatan hemat energi dan mempraktikkan kebiasaan hemat energi seperti mematikan lampu saat tidak diperlukan.
Konsumsi Produk Lokal
Membeli produk lokal dapat mengurangi emisi dari transportasi barang jarak jauh. Selain itu, mendukung pertanian organik lokal dapat mengurangi penggunaan pestisida dan pupuk kimia yang berkontribusi terhadap polusi udara.
Pengurangan dan Daur Ulang Sampah
Mengurangi pembelian barang dengan kemasan berlebih, mendaur ulang plastik, kertas, dan material lainnya, serta mengomposkan sisa makanan dan limbah organik lainnya juga bisa kita lakukan mulai sekarang, demi lingkungan yang lebih baik.
Konsumsi Makanan yang Berkelanjutan
Mengurangi konsumsi daging dan produk hewani yang memerlukan banyak sumber daya untuk produksi dan berkontribusi terhadap emisi gas rumah kaca juga bisa menjadi satu solusi terbaik yang bisa kita lakukan untuk membantu meringankan tingkat keparahan polusi udara di Jakarta.
Hal lain yang bisa kita lakukan adalah memilih makanan organik yang diproduksi tanpa penggunaan pestisida dan pupuk kimia.
Penggunaan Produk dengan Lifespan Panjang
Kalau ingin membeli berbagai barang—untuk mempermudah hidup—pilihlah barang berkualitas tinggi yang tahan lama daripada barang murah yang cepat rusak. Hal ini dapat mengurangi jumlah sampah dan emisi dari produksi barang.
Lagian, ini juga sejalan dengan prinsip hidup frugal living yang sangat baik untuk kesehatan keuangan kita secara langsung kan?
So, gimana nih? Bisa enggak melakukan hal-hal kecil di atas mulai dari diri kita masing-masing hari ini? Mulai benahi perencanaan keuangan, anggaran belanja–hanya beli produk-produk yang lebih ramah lingkungan, dan bertanggung jawab terhadap sampah yang dihasilkan sendiri. Bisa dong ya? Nggak mau kan, keluar rumah di Jakarta, terus harus pakai masker semacam di film-film distopia itu?
Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!