Ketahanan ekonomi terus diuji. Akibatnya, tren penduduk kelas menengah di Indonesia mengalami penurunan.
Mengutip dari Goodstats, berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik, penurunan ini mulai terlihat signifikan sejak 2020, di masa pandemi COVID-19 berlangsung. Pada 2019, jumlah penduduk kelas menengah tercatat sebanyak 57,33 juta orang. Namun, hingga tahun 2024, jumlah ini menurun menjadi 47,85 juta, atau turun sekitar 16,5% dalam kurun waktu lima tahun.
Penurunan ini tidak hanya disebabkan oleh tekanan ekonomi, seperti harga yang meningkat, tetapi juga perubahan gaya hidup yang kurang adaptif terhadap tantangan ekonomi saat ini.
So, yuk, coba kita telusuri dari kacamata pribadi, tentang fenomena ini. Barangkali, ada beberapa kesalahan pengelolaan finansial yang sering dilakukan, sehingga memengaruhi pengeluaran penduduk kelas menengah.
Dengan memahami kesalahan ini, diharapkan pembaca dapat mengambil langkah-langkah strategis untuk menghindari jebakan finansial yang sama.
Apa Sih Kelas Menengah?
Sumber grafik: CNBC
Menurut World Bank, definisi kelas menengah diukur berdasarkan pengeluaran bulanan per kapita. Pengeluaran ini harus berada dalam rentang 3,5 hingga 17 kali garis kemiskinan yang ditetapkan oleh Bank Dunia, yaitu antara Rp2.040.262 hingga Rp9.909.844.
Sementara itu, golongan yang sedang dalam transisi menuju kelas menengah memiliki pengeluaran bulanan per kapita yang berada di kisaran 1,5 hingga 3,3 kali garis kemiskinan, atau sekitar Rp874.398 hingga Rp2.040.262.
Analisis lebih lanjut mengungkapkan bahwa rata-rata pengeluaran kelas menengah adalah sekitar Rp2.056.494. Angka ini berada sangat dekat dengan batas bawah kisaran pengeluaran kelas menengah.
Hal ini menunjukkan bahwa sebagian besar penduduk kelas menengah berada di tepi batas bawah dari klasifikasi ini.
Kondisi ini membuat lonjakan ke kelas atas menjadi lebih sulit dan meningkatkan kemungkinan turun kelas, baik ke golongan yang sedang menuju kelas menengah atau bahkan ke kelompok rentan miskin.
Turun Kelas, Kok Bisa?
Kok bisa seseorang turun kelas?
Ya kenapa enggak?
Banyak kali disinggung di berbagai media, golongan yang sedang menuju kelas menengah berpotensi turun kelas, terutama karena kurangnya bantuan atau subsidi pemerintah.
Contohnya, mereka dengan penghasilan Rp2 juta itu enggak tergolong masyarakat miskin. Mereka dianggap mampu. Padahal ya, UMR saja enggak nyampe. Padahal, mereka enggak memiliki akses ke program-program perlindungan sosial atau subsidi, seperti bantuan pangan atau pendidikan. Secara keseluruhan, enggak ada insentif langsung yang signifikan untuk mereka. Enggak heran jadinya, kondisi mereka semakin tidak menentu, apalagi di kondisi yang seperti sekarang.
Padahal, kelas menengah dan golongan yang sedang bertransisi ke kelas menengah diharapkan menjadi tulang punggung perekonomian di masa depan. Gabungan dari kedua golongan ini mencakup 66,6% dari total penduduk loh! Kontribusinya mencapai 81,49% dari total konsumsi nasional.
Jelas kan, betapa pentingnya peran mereka dalam aktivitas ekonomi dan konsumsi.
Tapi ya gimana lagi? Dampak berkelanjutan dari pandemi COVID-19 telah menekan pertumbuhan jumlah kelas menengah. Pandemi yang mengguncang ekonomi global dan nasional menyebabkan penurunan pendapatan dan kehilangan pekerjaan di kalangan ini.
Sebagai hasilnya, data dari Badan Pusat Statistik menunjukkan adanya penurunan dalam jumlah dan proporsi penduduk kelas menengah pasca pandemi, sementara proporsi golongan yang menuju kelas menengah justru mengalami peningkatan.
Meskipun demikian, pada tahun 2024, jumlah gabungan penduduk dari kedua golongan ini mencapai 189,35 juta, naik dari 154,48 juta pada tahun 2019. Ini tandanya ada pergeseran dalam struktur sosial ekonomi, dengan lebih banyak individu yang bergeser menuju kelas menengah meskipun ada tantangan yang cukup besar.
Kesalahan Keuangan yang Umum Dilakukan oleh Kelas Menengah sehingga Membuat Mereka Turun Kelas
Sekarang, tanpa menyalahkan siapa pun, mari kita coba refleksi. Sebagai manusia-manusia kelas menengah, barangkali ada kesalahan yang lantas mengakibatkan kita harus menghadapi tantangan finansial yang besar. Hal-hal yang akhirnya membuat kita turun kelas.
Apa saja misalnya? Coba kita lihat.
1. Gaya Hidup Konsumtif
Banyak yang tergoda untuk memenuhi standar hidup yang lebih tinggi tanpa mempertimbangkan kemampuan finansial yang sebenarnya. Kayak, adanya pengeluaran berlebihan pada barang-barang mewah, liburan, dan hiburan.
Nah, coba cek lagi catatan keuangan masing-masing. Apakah porsi di pos pengeluaran ini sama besarnya dengan pos kebutuhan rutin dan tabungan? Atau malah lebih besar?
2. Kurangnya Dana Darurat
Ini juga masalah klasik, karena ada data yang menyatakan, bahwa rata-rata orang Indonesia hanya memiliki dana darurat sampai satu bulan ke depan saja.
Enggak punya simpanan untuk keadaan darurat akan bikin kita terpaksa mengambil utang ketika menghadapi situasi tak terduga seperti kehilangan pekerjaan atau masalah kesehatan. Utang di masa sulit ya akan membuat situasi keuangan semakin terjepit. Itu sudah hukum alam.
Baca juga: 61.7% Anak Muda Enggak Punya Dana Darurat? Kok Bisa?
3. Manajemen Utang yang Buruk
Punya utang seperti kredit mobil, kartu kredit, atau kredit rumah yang enggak dikelola dengan baik dapat memperburuk kondisi keuangan. Bunga utang yang tinggi dapat mengikis pendapatan dan menyulitkan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari.
4. Investasi yang Enggak Tepat
Melakukan investasi tanpa riset atau pengetahuan yang memadai bisa berakibat fatal. Misalnya, terjerumus dalam investasi berisiko tinggi atau penipuan investasi yang menjanjikan keuntungan besar dalam waktu singkat. Nah, kalau ternyata beneran rugi, beban keuangan jadi bertambah deh.
5. Pengabaian Perencanaan Pensiun
Ada banyak orang di kelas menengah mengabaikan pentingnya menyisihkan dana untuk masa pensiun. Ini dapat berakibat pada kekurangan dana di masa tua, memaksa mereka untuk terus bekerja atau mengandalkan bantuan dari lainnya.
Baca juga: Dana Pensiun: Pengertian, Jenis-Jenis, dan FIRE
Nah, tapi ketika melihat tantangan yang dihadapi oleh kelas menengah, penting untuk mengakui bahwa enggak semua masalah keuangan merupakan akibat dari kesalahan individu.
Sering kali, kondisi ekonomi yang enggak stabil dan situasi global yang tak terduga berperan besar dalam menentukan stabilitas keuangan. Ya, kayak sekarang ini.
Meskipun begitu, menjaga semangat dan terus berusaha mengatur keuangan dengan bijak tetap menjadi kunci utama. Dengan mempersenjatai diri dengan pengetahuan yang tepat dan menerapkan strategi pengelolaan keuangan yang efektif, peluang untuk menjaga atau bahkan meningkatkan posisi di kelas menengah akan tetap terbuka lebar. Sehingga, kita akhirnya bisa melalui tantangan dengan lebih kuat dan berdaya.
Mau tahu bagaimana merencanakan FIRE dan membangun aset 300 kali gaji dengan lebih detail? Kamu harus banget punya buku ini. Kamu bisa baca dan belajar secara fleksibel, dan dapatkan insight lebih detail mengenai konsep FIRE.
Sudah bisa dibeli di toko-toko buku di kota-kota besar di Indonesia! Get your copy now!
Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!