Kemarin gw gabung di compliance training refreshment. Acara rutin yang mungkin dalam setahun diadakan dua sampai tiga kali. Salah satu hal baru yang gw dapatkan pas kerja di Bank Jepang, compliance is something that they take very seriously. Bukan berarti di bank sebelumnya mereka gak comply, tapi enforcementnya gak seketat di bank Jepang ini.
Compliance department ngadain kursus ini karena ada beberapa revisi terkait aturan baru yang baru dilaksanakan di 2011 dan juga buat ngingetin orang-orang di kantor kalo kami harus selalu comply. What can I expect from a compliance training? Gw ga ngedengerin materinya. Haha. Seperti biasa. Gw malah aktif main di twitterland dan baca-baca bbm istri gw tercinta, padahal gw tahu ada kuis setelah itu. Gw mikir tinggal pilih aja jawaban yang paling normatif bukan? 😛 tidakpatutdilakukan. Sampai suatu saat pas Bapak Credit Risk Director (CRD) menanyakan mengenai enforcement compliance set mengenai “Temperate Behaviour”.
Wait, what?!! They rule out about temperate behaviour? Here? In our compliance manual book?!
Temperate Behaviour yang terjemahan bebasnya berperilaku tenang, ternyata diatur juga dalam satuan aturan kepatuhan. Buat gw ini hal yang bener-bener baru. Ga pernah nyangka sebelumnya dalam dunia kerja profesional yang serba Jepang ini, bagaimana berperilaku tenang, tidak terlalu cepat terpancing amarah dan saling menghargai dituangkan secara tertulis sebagai salah satu poin kepatuhan. Di perusahaan sebelumnya, gw emang menemukan bagaimana berperilaku sesuai core values perusahaan ditentukan. Cuma implementasi core values tersebut tidak diatur secara jelas dalam kehidupan keseharian. Hanya menjadi aturan dogmatis yang harus dihapalkan.
Pertanyaan lanjutan yang kemudian mengemuka dari Bapak CRD adalah bagaimana implementasi nyata dari aturan tersebut? Bagaimana penilaian kepatuhan atas perilaku seseorang? Pertanyaan menarik, mengingat sepertinya banyak sekali orang yang gampang tertrigger tombol didihnya di kantor ini. Gw inget ada seorang ibu Department Head nyeletuk “Iyr tuh bener, secara di sini kayaknya banyak banget yang ngerasa jadi raja, gampang banget meleduk.”. Si Mbak-Mbak pemateri kelihatan cukup gelisah ngejawab pertanyaan ini. Di ruangan itu hadir Mr XXX san, bos Jepang yang terkenal galak disusul beberapa saat kemudian Bos dari si Mbak Pemateri memasuki ruangan, yang meskipun sebenernya-mungkin nggak galak, bikin Mbak itu jengah juga ngebahas hal ini.
Jawaban Mbak itu cukup diplomatis, “Memang belum semuanya diatur secara jelas dan terperinci dalam manual book ini, untuk sementara kita kembalikan ke diri kita sendiri. Apakah kita mau diperlakukan seperti itu oleh orang lain?”. Sebuah aturan yang cukup efektif sebenernya, karena menurut gw, kita harus memperlakukan orang lain sebagaimana kita ingin diperlakukan. Tapi sayangnya masih banyak yang gw temuin dalam prakteknya memperlakukan orang lain dengan seenak moodnya sendiri, tapi begitu dia terima perlakuan balik dari orang sama persis seperti yang dia lakukan kemarahannya malah semakin memuncak.
Buat gw kerja itu bukan masalah menang-menangan. Siapa yang paling bener dan siapa yang salah. Tapi cari jalan terbaik dari permasalahan yang ada dan mencapai hasil terbaik. Berkompetisi? Hayuk ajah. Gw juga pengen jadi orang yang tiap tahun menang jadi pegawai berprestasi, tapi nggak dengan marah-marah menyalahkan orang lain.
Life is too beautiful and too precious to be spent on with anger and rage. It is exhausting. Been there done that. Trying my best to contain myself.
bintangtimur
Kayaknya marah itu emosi yang selalu ada di sekeliling kita, Dan.
Pelampiasannya beda-beda.
Ada yang ngomel panjang pendek, meledak-ledak sambil mengumpat, diam seribu bahasa atau bahkan menangis tersedu-sedu…
Saya, kayaknya masuk kategori pertama dan terakhir 😉
Bener banget, saya sependapat dengan ini, kalau kita ingin diperlakukan baik oleh orang lain, perlakukanlah orang lain selayaknya kita ingin diperlakukan. Marah di kantor juga ada aturannya?
Iya Dani, iya…karena kantor adalah ruang publik yang segala sesuatunya perlu diatur dengan baik 🙂
danirachmat
Setuju Mbak, memang kemarahan ada di sekeliling kita. Saya sendiri termasuk yang pertama, ketiga dan keempat. 😛 *banyakjuga*
Sekarang sih berusaha ketika marah saya ga ngomel, ga diem aja ato ga menangis, tapi cari apa yang bisa dikerjakan dengan energi marah yang meluap-luap. Seringnya kerjaan jadi lebih cepat beres Mba. 🙂