Kamu mungkin pernah terdengar istilah money dysmorphia, tetapi tahukah kamu, apa sebenarnya makna di baliknya? Istilah ini merujuk pada kondisi persepsi tentang keuangan pribadi seseorang yang enggak mencerminkan realitas yang sebenarnya.
Hal ini bisa berakibat pada pengambilan keputusan keuangan yang kurang efektif dan bahkan dapat menghambat pencapaian tujuan finansial jangka panjang.
Mengenal lebih dalam tentang money dysmorphia bukan hanya tentang memahami definisinya, tetapi juga menggali dampak yang mungkin ditimbulkannya. Jika bisa memahaminya, kamu pun dapat mengidentifikasi tanda-tandanya dalam perilaku sehari-hari dan mencari cara untuk mengatasinya sebelum berdampak lebih luas pada pengelolaan keuangan dan kesejahteraan ekonomi.
Apa Itu Money Dysmorphia?
Money dysmorphia terjadi ketika pandangan seseorang tentang kondisi keuangannya enggak sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya.
Sebenarnya ini adalah persepsi saja yang salah. Orang sering merasa mereka dalam kesulitan keuangan; gaji enggak cukup, kebanyakan kebutuhan, enggak bisa nabung, kok gini-gini aja sementara orang pada sukses, … etc. Padahal sebenarnya, semuanya ada. Semuanya tersedia, dan berjalan dengan baik.
Seakan-akan orang selalu menganggap dirinya berada di tengah laut yang lagi badai. Ombaknya besar-besar, perahunya kecil. Padahal sebenarnya, langit cerah, mataharinya indah, pelayarannya lancar, lautnya tenang.
Dr. Lanre Dokun, seorang psikiater dan pendiri Healthy Minds NYC yang menawarkan terapi keuangan, menjelaskan melalui sebuah artikel di Bankrate, bahwa money dysmorphia membuat orang memiliki pemahaman yang sangat salah tentang status keuangannya. Orang tersebut memiliki gambaran yang tidak tepat tentang apa yang dianggap normal.
Lebih lanjut, Dokun mengatakan bahwa ini serupa dengan kebingungan seseorang tentang gambaran dirinya sendiri, yang juga bisa dilihat pada kasus body dysmorphia. Mereka merasa bentuk tubuhnya aneh, atau gendut, atau apalah pokoknya yang jelek-jelek. Padahal ya enggak juga.
Walaupun money dysmorphia merupakan isu yang sering terjadi, Dokun mengingatkan bahwa istilah ini bukan diagnosis klinis. Ini hanya cara yang menarik untuk mendeskripsikan bagaimana beberapa orang merasakan situasi keuangan pribadi masing-masing orang.
Baca juga: Belajar dari Inside Out 2, Bagaimana Emosi Juga Memengaruhi Keputusan Keuangan Kita
Apa Penyebab Money Dysmorphia?
Kalau mempelajari yang dibahas di artikel Bankrate di atas, money dysmorphia banyak dipicu oleh kebiasaan membandingkan diri dengan orang lain.
Banyak orang merasa “perlu” untuk bisa menjadi sama dengan orang lain, terutama mereka yang lebih sukses atau lebih kaya. Hal ini diperparah oleh kehadiran media sosial. Banyak orang menampilkan “kesempurnaan” hidup di media sosial, yang kayaknya gampang saja diraih. Padahal ya enggak gitu kenyataannya.
Seakan-akan, hidup mewah itu adalah standar “hidup normal” di media sosial. Padahal, apa yang terjadi di baliknya, enggak ada yang tahu. Apa yang disajikan di media sosial, bisa jadi berbeda 180 derajat dengan kenyataannya.
Apa yang sempurna di media sosial inilah yang kemudian menciptakan anxiety dan perasaan gagal dalam mengatur keuangan pada orang yang tak bisa “sama” dengan orang-orang yang ada di media sosial.
Selain kebiasaan membandingkan diri, money dysmorphia juga bisa berasal dari pengalaman traumatis terkait uang. Orang yang tumbuh dalam kemiskinan sering merasa perlu untuk menunjukkan kekayaan ketika sudah dewasa. Mereka membelanjakan uang untuk barang-barang mewah sebagai cara untuk mengatasi perasaan enggak aman yang pernah mereka rasakan saat muda. Atau, mereka bisa juga menjadi sangat hemat dan menimbun uang, takut untuk kekurangan lagi di masa depan.
Dampak Money Dysmorphia
Lucunya, ketika orang merasa desperate—karena enggak memiliki kehidupan sempurna—justru semakin boros menggunakan uangnya. Mereka merasa perlu untuk mengejar “ketertinggalannya” dengan membelanjakan uang demi memenuhi standar kehidupan “normal” tersebut.
Pengeluaran yang besar ini justru dianggap sebagai cara mengelola keuangan yang “benar”, karena mereka mengira begitulah kehidupan “normal” yang sebenarnya.
Akibatnya, banyak orang yang enggak bisa menabung. Apalagi buat bisa mikirin FIRE, hidup bebas merdeka mau ngapain aja bisa, tanpa mengkhawatirkan uang. Tujuan keuangan ini tampak sangat tak terjangkau buat mereka.
Ini kan, ironis banget?
Kebiasaan boros ini telah menjadi hal yang normal, dan banyak yang menghabiskan uang lebih dari yang seharusnya. Mereka pengin bebas menggunakan uang, tetapi justru stres karena keuangan.
Money dysmorphia membuat orang membuat keputusan keuangan yang enggak sesuai dengan situasi keuangan mereka.
Masih menurut artikel di Bankrate, generasi Z terkena dampak money dysmorphia yang paling banyak, terutama karena banyaknya media sosial yang sudah menjadi bagian dari hidup mereka.
Survei Bankrate tentang media sosial juga menemukan bahwa orang-orang Gen Z (berusia antara 18 dan 26 tahun) paling mungkin melakukan belanja impulsif setelah menghabiskan waktu di media sosial.
Cara Mengatasi Money Dysmorphia dan Memiliki Keuangan yang Sehat
1. Cari Tahu Masalahnya
Jadi, apakah kamu selama ini mengalami money dysmorphia? Ini penting untuk dipastikan dulu. Karena, ya gimana kamu bisa mengatasi masalah kalau enggak tahu akar masalahnya di mana, ya kan?
So, apakah kamu punya trauma khusus terkait keuangan? Atau, kamu merasa kena efek dahsyat media sosial?
Mengakui kondisi keuangan kamu dan sejarahnya adalah langkah penting untuk memahami dan menyelesaikan masalah keuangan yang mungkin kamu alami.
Memahami dan mengakui pengalaman keuangan masa lalu dapat melindungi masa depanmu dari dampak negatif yang sama. Jika memang diperlukan, kamu bisa berdiskusi dengan profesional terkait hal ini. Saat kamu berdiskusi tersebut, kamu bisa mendapatkan insight mengenai isu seperti pemborosan atau keinginan untuk pamer kekayaan. Sangat penting untuk menemukan cara yang sehat dalam mengelola perasaan ini agar enggak merusak kestabilan keuanganmu.
2. Edukasi Diri Sendiri
Membangun literasi keuangan sangat penting karena kurangnya pemahaman bisa berkontribusi pada money dysmorphia. Fondasi keuangan yang kuat akan menghindarkanmu dari informasi keuangan yang enggak akurat yang bisa menyesatkan.
Edukasi tentang keuangan dapat mengurangi banyak ketakutan dan kesalahpahaman. Dengan menyusun rencana keuangan, kamu akan bisa mengetahui posisi keuanganmu saat ini dan langkah apa yang harus diambil untuk mempertahankan atau meningkatkan kondisi keuanganmu di masa depan.
3. Mulai Buat Pencatatan Keuangan Rutin
Membiasakan diri membuat pencatatan keuangan rutin bulanan adalah langkah efektif dalam mengelola money dysmorphia. Pencatatan ini akan membantumu mendapatkan gambaran yang jelas tentang pemasukan dan pengeluaranmu, dan memungkinkanmu untuk membuat keputusan yang tepat tentang pengeluaran dan tabunganmu.
Mulailah dengan mencatat pemasukan dan pengeluaran bulananmu, identifikasi area mana yang bisa kamu kurangi pengeluarannya, dan tetapkan tujuan-tujuan keuangan, termasuk kalau kamu pengin FIRE.
Seiring waktu, ketika kamu terus mengikuti anggaran yang telah ditetapkan, kamu akan mulai melihat kondisi keuanganmu dengan lebih jelas dan tanpa kesalahan persepsi.
Baca juga: Cara Mengatur Keuangan Keluarga: Menyusun Anggaran Berbasis Zero-Based Budgeting
Memahami money dysmorphia adalah langkah awal yang penting dalam memperbaiki hubungan dengan keuangan. Dengan menyadari bahwa persepsi yang terdistorsi dapat menghalangi kemajuan keuangan, orang dapat mulai mengambil langkah konkret untuk mendekati keuangan dengan cara yang lebih sehat dan berkelanjutan.
Memperkuat literasi keuangan, menciptakan anggaran yang realistis, dan, bila perlu, mencari bantuan profesional adalah beberapa strategi yang dapat membantu memulihkan kesehatan keuangan dan mencapai tujuan yang telah ditetapkan.
Mau tahu bagaimana merencanakan FIRE dan membangun aset 300 kali gaji dengan lebih detail? Kamu harus banget punya buku ini. Kamu bisa baca dan belajar secara fleksibel, dan dapatkan insight lebih detail mengenai konsep FIRE.
Sudah bisa dibeli di toko-toko buku di kota-kota besar di Indonesia! Get your copy now!
Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!
Rifky
Saya sangat setuju dengan point .3 perihal rekap pengeluaran, pengeluaran terus menerus terutama kebutuhan primer memang perlu kita perhitungkan dengan list pengeluaran.