Program perumahan menjadi salah satu fokus utama pemerintah di berbagai negara untuk memastikan masyarakat berpenghasilan rendah memiliki akses ke hunian yang layak. Setiap negara menghadapi tantangan yang unik dalam menyediakan perumahan terjangkau, namun solusi yang diterapkan sering kali memiliki kesamaan dalam prinsip dasar.
Dari subsidi langsung hingga kemitraan publik-swasta, berbagai pendekatan diambil untuk mengatasi masalah perumahan yang terus berkembang.
Program Perumahan dari Beberapa Negara di Dunia
Melalui program perumahan, pemerintah berupaya menanggulangi kenaikan harga rumah yang kerap tidak sejalan dengan pertumbuhan pendapatan masyarakat. Dengan menyediakan rumah bersubsidi dan apartemen terjangkau, negara-negara ini berusaha menjaga keseimbangan antara permintaan dan pasokan perumahan.
Coba yuk, kita telusuri lima negara berbeda mengimplementasikan program perumahan mereka dan pelajaran apa yang bisa diambil dari masing-masing pendekatan tersebut.
1. Australia
Penduduk Australia yang menerima berbagai tunjangan sosial dari Centrelink dan menyewa rumah berhak mendapatkan bantuan sewa. Bantuan ini merupakan subsidi yang dibayarkan langsung kepada penyewa, di samping tunjangan dasar dari Centrelink, seperti Pensiun Usia atau Pensiun Disabilitas.
Besarnya bantuan sewa tergantung pada jumlah sewa yang harus dibayar. Juga, apakah penyewa memiliki tanggungan, dan berapa jumlah tanggungan tersebut. Penyewa yang tinggal di perumahan umum di Australia tidak memenuhi syarat untuk mendapatkan bantuan sewa.
Pembeli rumah pertama di Australia berhak mendapatkan hibah. Hibah ini diperkenalkan pada 1 Juli 2000 dan didanai bersama oleh pemerintah Persemakmuran serta pemerintah negara bagian dan teritori. Saat ini, hibah yang berlaku adalah sebesar A$7000, atau sekitar Rp75 juta.
Pada tahun 2008, pemerintah Persemakmuran memperkenalkan skema tabungan pembelian rumah pertama. Melalui skema ini, mereka yang menabung untuk rumah baru berhak mendapatkan kontribusi pemerintah, dengan syarat-syarat tertentu.
Baca juga: Mengenal 7 Hal yang Bisa Membuat Harga Rumah Semakin Mahal
2. Tiongkok
Tiongkok menghadapi masalah harga rumah tinggi akibat peralihan dari tunjangan kesejahteraan ke sistem pasar. Sebelum 1978, perumahan perkotaan hampir gratis. Reformasi sejak 1978 mengubah perumahan menjadi komoditas yang mencerminkan biaya produksi dan keuntungan pasar.
Pada 1998, reformasi ini dipercepat, mengurangi peran negara. Hasilnya, kepemilikan rumah, konsumsi perumahan, investasi real estat, dan harga rumah meningkat tajam.
Sejak 2005, kenaikan harga rumah menjadi masalah serius bagi keluarga berpenghasilan menengah dan rendah. Pada 2004, harga rumah naik 17,8%, hampir dua kali lipat dari pertumbuhan pendapatan 10%. Pemerintah kota merespons dengan meningkatkan pasokan perumahan terjangkau melalui Program Perumahan Terjangkau dan Program Dana Perumahan.
Program Perumahan Terjangkau ditargetkan untuk rumah tangga berpenghasilan menengah ke bawah. Dimulai pada 1998, perumahan ini dijual dengan harga 50-70% dari harga pasar. Pemerintah daerah menyediakan lahan dan pengembang membangun perumahan dengan keuntungan dibatasi 3%. Pengajuan perumahan dilakukan melalui investigasi rumah tangga dan pendapatan.
Program ini kontroversial karena konstruksi yang buruk, administrasi buruk, dan korupsi. Pemerintah daerah kurang terdorong menyediakan perumahan terjangkau karena berdampak pada pendapatan lokal. Pendanaan menurun dan konstruksi turun dari 15,6% (1997) menjadi 5,2% (2008). Pasokan terbatas dan permintaan tinggi membuat perumahan terjangkau sering dijual dengan harga pasar tinggi.
Kemudian ada Program Dana Perumahan (HPF) yang membantu menyediakan perumahan terjangkau. Diluncurkan secara nasional pada 1995, HPF memungkinkan calon pembeli menabung dan membeli rumah. HPF mencakup tabungan bersubsidi, suku bunga KPR bersubsidi, dan diskon harga pembelian perumahan.
3. Jerman
Program perumahan terjangkau di Jerman disubsidi oleh pemerintah dengan skema sewa untuk rumah tangga berpenghasilan rendah.
Areanya ada di lingkungan atau distrik dengan mayoritas perumahan dimiliki oleh satu pemilik atau perusahaan. Umumnya, rumah-rumah tersebut seragam dalam desain dan konstruksinya.
Di awal abad ke-20, urbanisasi dan industrialisasi yang cepat menyebabkan kekurangan perumahan, terutama di daerah perkotaan. Sebagai tanggapan, perusahaan besar mulai membangun kompleks perumahan untuk memenuhi permintaan perumahan terjangkau.
Salah satu contoh paling terkenal adalah gerakan Gartenstadt, yang dimulai pada awal 1900-an. Gartenstadt Karlsruhe, atau kota taman, adalah komunitas terencana yang bertujuan menyediakan perumahan terjangkau bagi keluarga pekerja sambil mempromosikan gaya hidup sehat dan hijau. Gartenstadt pertama dibangun di Berlin pada tahun 1907, dan segera komunitas serupa dibangun di kota-kota seluruh Jerman.
Setelah Perang Dunia II, pemerintah mulai mendorong kepemilikan rumah secara individu. Akibatnya, skema sewa rumah menjadi kurang diminati, meskipun tetap tersedia perumahan terjangkau bagi banyak orang.
4. Filipina
Proyek perumahan terjangkau pertama di Filipina diperkenalkan oleh Presiden Ferdinand Marcos pada tahun 1970-an. Kementerian Permukiman dan Pembangunan Perkotaan (sekarang Departemen Permukiman dan Pembangunan Perkotaan) mendirikan program Bagong Lipunan Improvement of Sites and Services atau BLISS. Proyek ini terdiri dari gedung apartemen bertingkat rendah dengan 16 hingga 32 unit per gedung. Sejak itu, proyek perumahan terjangkau lainnya juga dikembangkan oleh Otoritas Perumahan Nasional Filipina.
Badan Konversi dan Pengembangan Basis yang dimiliki pemerintah (BCDA) saat ini sedang mengembangkan New Clark City, sebuah metropolis baru yang dirancang untuk menjadi “cerdas, hijau, dan tahan bencana”. New Clark City diharapkan dapat menampung lebih dari 1,2 juta orang, dan BCDA akan membangun unit perumahan terjangkau bagi para pekerjanya.
5. Indonesia
Yah, di Indonesia juga ada program serupa. Rumah bersubsidi di Indonesia disebut Rumah Subsidi, sedangkan apartemen terjangkau disebut Rusunawa. Kementerian PUPR berkomitmen meningkatkan aksesibilitas perumahan jangka panjang dan memperbaiki sistem pembiayaan perumahan, serta melibatkan lebih banyak pemerintah daerah dan pemangku kepentingan dalam pengembangan perumahan dan permukiman.
Sekarang, ada Tapera, yang lagi jadi kontroversi di mana-mana.
Tapera merupakan program pengadaan rumah yang konon berbasis semangat gotong royong. Dikutip dari situs resmi BP Tapera, syarat untuk ikut pembiayaan ini meliputi: kepesertaan minimal 12 bulan (kecuali PNS eks Peserta Taperum), penghasilan bersih maksimal Rp8 juta, belum pernah memiliki rumah, dan berminat mengajukan program Pembiayaan Tapera. Suami-istri peserta Tapera memiliki hak yang sama tetapi tidak dapat mengajukan program secara bersamaan atau memilih jenis pembiayaan yang sama.
Setelah data lengkap dan syarat terpenuhi, peserta dapat memilih rumah sesuai lokasi yang diinginkan (untuk KPR). Jika menemukan hunian yang cocok, ajukan KPR ke bank penyalur yang bekerja sama dengan BP Tapera.
BP Tapera menyediakan tiga skema pembiayaan: Kredit Pemilikan Rumah (KPR), Kredit Pembangunan Rumah (KBR), dan Kredit Renovasi Rumah (KRR). KPR untuk membeli hunian jadi dengan tenor maksimal 30 tahun. KBR untuk membangun rumah pertama di atas tanah sendiri/pasangan dengan tenor maksimal 15 tahun. KRR untuk merenovasi rumah pertama milik sendiri/pasangan dengan tenor maksimal 5 tahun.
BP Tapera menyediakan plafon kredit yang memadai dan suku bunga rendah melalui skema pembiayaan konvensional maupun syariah. Plafon KPR berdasarkan Kapasitas Pembayaran Kembali (RPC) dengan suku bunga minimal 5% (fixed), diklasifikasikan berdasarkan kelompok penghasilan dan zonasi.
Apa yang Bisa Kita Simpulkan dan Pelajari?
Program perumahan terjangkau di berbagai negara menunjukkan komitmen kuat pemerintah untuk menyediakan hunian layak bagi masyarakat berpenghasilan rendah. Fokus utama dari program-program ini adalah meningkatkan aksesibilitas perumahan dengan menyediakan rumah bersubsidi dan apartemen terjangkau. Tujuannya membantu masyarakat yang tidak mampu membeli rumah di harga pasar.
Model kemitraan publik-swasta pun sering digunakan, melibatkan kolaborasi antara pemerintah dan sektor swasta dalam pembangunan dan pendanaan proyek perumahan.
Setiap negara mengembangkan kebijakan dan program spesifik, seperti skema bantuan perumahan, yang dirancang untuk mendukung pembangunan perumahan murah. Program nasional yang menargetkan pembangunan massal unit perumahan adalah salah satu contohnya.
Meskipun demikian, banyak program perumahan menghadapi tantangan dalam hal administrasi yang buruk dan korupsi, yang sering kali menghambat efektivitas program dalam mencapai tujuannya.
Kebanyakan program ini ditargetkan pada keluarga berpenghasilan rendah yang paling membutuhkan bantuan, dengan kriteria kelayakan yang didasarkan pada pendapatan dan kebutuhan perumahan. Pemerintah juga berusaha menstandarisasi pedoman konstruksi dan tata kelola perumahan untuk memastikan kualitas dan keberlanjutan proyek perumahan terjangkau.
Melalui berbagai inisiatif ini, upaya global untuk mengatasi masalah perumahan terus berlanjut, dengan tujuan memastikan setiap orang memiliki akses ke hunian yang layak dan terjangkau.
Baca juga: Fakta dan Seluk-Beluk Kredit Pemilikan Rumah yang Mesti Dipahami Sebelum Mengajukan
Jadi, gimana, sudah siap potong gaji lagi untuk Tapera? Karena kondisinya pada dasarnya sama di hampir semua negara.
Mau tahu bagaimana merencanakan FIRE dan membangun aset 300 kali gaji dengan lebih detail? Kamu harus banget punya buku ini. Kamu bisa baca dan belajar secara fleksibel, dan dapatkan insight lebih detail mengenai konsep FIRE.
Sudah bisa dibeli di toko-toko buku di kota-kota besar di Indonesia! Get your copy now!
Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!