Menghangatnya isu mengenai pentingnya kesehatan mental, maka kebutuhan untuk self love pun menjadi naik prioritasnya.
Enggak salah sih, karena ya, kesehatan mental ini sangatlah penting! Hal ini terkait dengan bagaimana kita menerima diri sendiri; baik kelebihan maupun kekurangannya. Saat kita bisa menerima diri sendiri dan kemudian mencintainya, maka saat itu pula terbukalah peluang kita untuk bisa mencintai dan dicintai oleh orang lain.
Katanya sih begitu.
Lalu, bagaimana denganmu? Sudahkah kamu mencintai dirimu sendiri?
[toc]
Dua Sisi Self Love
Belakangan ini, kita sering mendengar seruan untuk mencintai diri sendiri atau self love. Dengan kata lain, kita didorong untuk menerima kelebihan dan kekurangan diri sendiri sambil berjuang untuk berkembang ke arah yang lebih positif.
Tentu, ini adalah hal yang bagus.
Namun, muncul pertanyaan. Sebenarnya gimana sih cara mencintai diri sendiri yang benar itu? Apakah ada garis yang bisa memisahkan, antara mencintai diri sendiri dan melakukan hal yang tidak bertanggung jawab?
Kan, analoginya adalah ketika kita mencintai seseorang, kita menerima dia apa adanya. Bener nggak? Jika orang yang kita cintai melakukan kesalahan, maka kita pun akan memaafkan. Baik atau buruknya dia akan kita terima dengan ikhlas. Nah, seharusnya sih konsepnya sama ya, kan, dengan self love alias ketika kita mencintai diri sendiri?
Termasuk dalam self love ini adalah mencintai bentuk tubuh, berjuang untuk sukses, membangun relasi dengan pasangan, dan membangun karier.
Nah, berarti, akan butuh kemampuan untuk menerima apa yang tidak dapat diubah tentang diri kita sendiri sambil berusaha meningkatkan apa yang dapat diubah melalui tujuan yang positif dan rasional tanpa melanggar norma.
Betul enggak sampai di sini?
Self Love Juga Bisa Toksik
Di sisi lain, dengan mencintai diri kita sendiri, kita seharusnya juga tidak boleh merugikan orang lain, atau diri kita sendiri. Nah, kalau kita sampai merugikan diri sendiri, maka itu artinya kita malah jadi tidak mencintai diri sendiri.
Menelusur ke ranah psikologi, ada yang namanya self obsession—terobsesi pada diri sendiri—dan self abnegation—mengabaikan kekurangan seseorang. Nah, ini sebenarnya adalah bentuk dari overcompensate dari self acceptance yang bersumber dari ajakan untuk self love yang berlebihan.
Contohnya, misalnya atas nama self love, kita makan apa pun yang kita mau. Padahal sebenarnya kondisi tubuh kita tuh sudah obesitas dan kurang sehat. Atau, bentuk lain, misalnya kita jadi enggak mau mendengarkan masukan orang lain, karena segala sesuatu itu seharusnya adalah mendahulukan kepentingan diri sendiri.
Atau, memberikan self reward—healing, shopping, traveling—padahal sebenarnya kita tuh enggak mampu secara finansial.
Nah, ini akibatnya akan buruk lo, ke diri sendiri. Ini bukan bentuk self love, melainkan “pemaksaan diri”. Kalau bentuk self love kamu seperti ini, bisa dipastikan bahwa rasa cintamu itu sebenarnya malah merugikan diri sendiri.
Dan itu adalah bentuk cinta yang toksik.
Nah lo. Terus gimana dong?
Agar Self Love Tidak Berujung Toksik untuk Diri Sendiri
So, enggak mau kan terjebak dalam hubungan toksik dengan diri sendiri? Kuncinya satu: pastikan kamu melakukannya tanpa merugikan dirimu sendiri, sekarang dan nanti.
Seperti apa tuh?
1. Tentukan bentuk self love
Ada banyak bentuk self reward demi self love yang bisa kamu lakukan. Beberapa di antaranya seperti:
- Me time, misalnya pergi ngopi, nongkrong di coffee shop favorit, nonton film sendirian, solo traveling, order makanan untuk diri sendiri, dan sebagainya.
- Shopping, misalnya beli baju untuk diri sendiri, beli aksesoris, parfum, jam tangan, sampai ganti handphone.
- Pampering, memanjakan dirimu sendiri, misalnya perawatan ke salon—creambath, massage, manicure pedicure, dan sejenisnya—spa, ikut kelas yoga, dan sebagainya.
Banyak kan? So, pilih dulu mana yang paling kamu pengin dan terutama, butuhkan demi membuat diri sendiri lebih baik.
2. Buat anggaran
Yes, faktanya, untuk bisa mengekspresikan self love itu butuh biaya, gaes. Nah, di sinilah kamu diharapkan untuk tidak terjebak pada hubungan cinta yang toksik dengan dirimu sendiri.
Kok gitu?
Hubungan cinta yang toksik dengan dirimu sendiri hanya akan memikirkan kepentinganmu sendiri di masa sekarang, tanpa kamu peduli dengan yang lain ataupun masa depan. Dan, hal ini berarti bentuk cintanya tidak menyehatkan.
Buktinya, kamu rela menguras tabungan, bahkan sampai berutang, untuk traveling ke luar negeri, padahal sebenarnya kamu “hanya” mampu traveling keluar kota. Dengan cara seperti ini, saat kamu pulang dari traveling, kamu akan menghadapi tabungan zonk, apalagi ditambah tagihan utang yang melebihi kemampuan. Akhirnya kamu sendiri yang merugi, betul?
So, buat anggaran sesuai kemampuan untuk melakukan self love. Pastikan dulu bahwa cash flow kamu sudah positif dan lancar, sehingga tak akan ada yang dirugikan dalam hal ini. Termasuk dirimu sendiri, sekarang dan di masa depan. Pisahkan anggaran ini dalam rekening khusus, yang diberi judul. Misalnya: rekening self love.
3. Alokasikan setiap bulan
Self love butuh biaya, sementara kamu diharapkan untuk bisa mengalokasikan sejumlah dana setiap bulan, agar di waktu yang sama, kamu juga bisa memastikan kebutuhanmu yang lain—yang juga sama pentingnya dengan self love—juga terpenuhi. Karena itu, perencanaan keuangan menjadi sangat penting.
Berapa alokasi dari penghasilan yang bisa disetorkan ke rekening self love? Ya, tergantung kondisimu sih. Kamu bisa mulai alokasikan dengan 10%. Mau lebih besar? 40%, 50%, atau 60%? Enggak masalah, beneran! TAPI, pastikan bahwa kebutuhan lainnya aman.
Kebutuhan makan, aman. Paket data sekarang, aman. Kebutuhan untuk bisa berangkat ke kantor, aman. DP rumah tahun depan, aman. Kebutuhan untuk dana pensiun, aman!
Jangan sampai nih, biaya self love 60%. Tapi buat makan sehari-hari, kamu ngutang sama temen—yang kalau ditagih, kamu malah lebih galak. Jangan ya, jangan.
4. Jangan utang
Nah, ini! Untuk self love, sebaiknya jangan berutang. Baik itu kartu kredit, paylater, atau utang teman. Bayarlah cash dengan uangmu sendiri, hasil kamu mengalokasikan sekian persen dari penghasilan seperti di poin no. 2.
Mengapa berutang untuk self love sangat tidak disarankan? Pasalnya, bersamaan dengan utang, kemudian akan muncul kewajiban untuk membayarnya kembali. Efek self reward demi self love sudah hilang, cicilanmu belum selesai. Saat kamu sudah butuh self reward lagi, ternyata belum lunas juga.
So, gimana? Sampai di sini kamu bisa menilai dong, apakah bentuk self love yang kamu lakukan sudah benar, atau malah toksik lantaran malah merugikanmu. Ya merugikan secara finansial, ya merugikan juga secara kesehatan.
Jangan lupa untuk follow akun Instagram Dani Rachmat ya, untuk berbagai tip keuangan dan investasi yang praktis dan bisa dipraktikkan sendiri. Juga berlangganan newsletter dengan melakukan registrasi di sini, yang akan dikirimkan setiap bulan berisi berbagai update dan tren di dunia keuangan. Jangan sampai ketinggalan berita!