Mau tahu gak apa yang gue pelajari tentang bisnis digital, start up dan fintech di Indonesia Knowledge Forum 2017 kemaren? *Awas kalo lu pade bilang gak mau ya! *asah golok *yaudahsih, rugi sendiri kalo beneran gak mau *trus nesu.
Setelah tahun lalu untuk pertama kalinya gue dapet kesempatan mendengarkan banyak pakar di industri kreatif di Indonesia Knowledge Forum 2016, Hamdalahnya tahun ini gue dapet undangan lagi buat dateng ke acara yang Full Pass nya seharga Rp. 4 juta seorang ini. Rejeki banget kan?
[five_sixth_last] [/five_sixth_last]
Kayaknya gak jauh-jauh dari tema tahun lalu yang ngebahas industri kreatif, BCA seperti ngelihat arah perkembangan Indonesia yang industri-industri alternatifnya tumbuh luar biasa. Tahun ini tema yang diambil “Elevating Creativity & Innovation Through Digital Collaboration”.
Cari ilmu bisnis digital, start up dan fintech di Indonesia Knowledge Forum 2017 ( gambar diambil dari website www.bcalearningservice.com)Jadi temanya memang gak jauh-jauh dari bisnis berbasis digital, perusahaan-perusahaan start up baru yang mengacaukan (disrupting) tatanan konvensional dan fintech (udah banyak denger istilah ini akhir-akhir ini kan?).
Well, tema besarnya Indonesia Knowledge Forum yang diadakan tiap tahun (dan tahun ini udah yang ke enam) memang:
“Moving Our Nation to the Next Level”
Dan gue yang dateng ke acara ini pun dapet berkah luar biasa untuk bisa denger langsung dari para ahli dan pelaku industri bisnis digital, founder start up bahkan sampai ke venture capital peoplenya! Dan mau gue share di sini apa yang gue dapatkan.
Chillax… I will try my best not to bore you with a standard reportage in this rather long post.
Ilmu Tentang Bisnis Digital, Start Up dan Fintech yang Gue Dapatkan di Gelaran IKF 2017
Indonesia Menunjukkan Sinyal Mengagumkan, Tapi…
Pemateri hari pertamaGue baru bisa datang waktu Pak Faisal Basri kasih materi. Jadi sayang ga bisa dengerin waktu Pak Menkominfo RI deliver Keynote Speechnya beliau.
Tapi inti dari apa yang disampaikan Pak Faisal Basri, saat ini Indonesia sudah menunjukkan indikator-indikator ekonomi makro yang membaik dalam waktu bersamaan dan dalam rentang yang cukup lama. Apa aja itu?
– Inflasi di bawah 4%, terendah sejak krisis 98.
– Suku bunga perbankan yang turun (dan ini yang harus kalian tahu tentang suku bunga yang cenderung turun ini).
– Nilai tukar rupiah cenderung lebih stabil.
– Cadangan devisa meningkat ke level tertinggi sepanjang sejarah.
– Pasar saham mencetak 19 kali rekor baru sejak mid Maret 2017 (makanya kalian harus tahu kenapa harus investasi di saham!)
– Arus investasi asing dan portfolio investasinya meningkat.
– Kondisi umum perbankan relatif sehat.
– Nilai ekspor tumbuh dua digit setelah 5 tahun berturut-turut sebelumnya selalu turun.
– Surplus perdagangan menunjukkan peningkatan (nilai ekspor lebih gede dari nilai impor).
Kelihatannya kalo dari data-data di atas pemerintah melakukan kerjaan dengan sangat baik ya? Ternyata gak sepenuhnya benar. Ternyata tingkat pertumbuhan Indonesia cuman 5% dalam 4 tahun terakhir. Padahal harapannya bisa di angka 7%an.
Kenapa kok ternyata pertumbuhannya malah melambat? Karena pemerintah gak fokus (ato paling nggak belom) ke industri-industri yang seharusnya malah bisa jadi driving force yang dahsyat buat perekonomian Indonesia.
Menurut Pak Faisal, pemerintahan Pak Jokowi malah cenderung menerapkan ekonomi tertutup dengan membuat aturan-aturan proteksi dalam negeri. Padahal di era digital sekarang ini, semakin terbuka sebuah negara, akan mendorong produksi dalam negeri dan mendorong ekspor meskipun nilai impor naik.
Selain itu, sektor usaha di Indonesia juga cenderung menunggu gimana kebijakan pemerintah bisa membantu kemudahan usaha mereka. Perbankan sendiri juga gak bisa menyalurkan kredit lebih besar ke industri.
Indonesia Butuh Infrastruktur “Tol Udara” untuk Bisa Lebih Berjaya
Selain itu, pemerintah masih belom bisa mewujudkan pembangunan infrastruktur digital yang saat ini sangat-sangat dibutuhkan Indonesia untuk bisa menunjuang tenaga tarik industri digital yang lagi gencar banget bertumbuh.
Ya meskipun gue ngerasa materi dan cara penyampaian Pak Faisal juga dipengaruhi pandangan politiknya belio (sehingga terkesan kebanyakan kritiknya :P), tapi gue rasa bener juga kalo Pak Jokowi juga kurang cepet memrioritaskan perkembangan infrastruktur digital ini.
Meskipun infrastruktur fisik butuh untuk dijalankan (kalo menurut Pak Faisal, infrastruktur jalan tol digeber karena yang paling kelihatan dan bisa menuai dukungan di PilPres 2019), yakalo bisa jalan barengan ama bandwith internet yang lega dan murah kan bisa lebih keren ya Indonesia.
Tapi nyatanya sampe sekarang sih emang internet di Indonesia masih mahal. Ini aja di Jakarta ya, pake operator apa juga, di SCBD yang notabene pusatnya pusat kota, sinyal internet di smartphone gue bisa ngeblank.
Baca juga postingan tentang pengalaman gue berinternet di jaringan 4G.
Gimana, kalian ngalamin juga nggak?
Insfrastruktur berupa bandwith besar dan murah ini satu kewajiban dan hal yang sangat krusial yang diperlukan Indonesia buat bisa mengembangkan bisnis digital, start up dan fintech yang notabene berlandaskan teknologi dan keterhubungan internet.
Hawong beli paket hampir ratusan ribu aja cuman dapet sekian giga kuota yang paketannya dibagi macem-macem dan gak bisa langsung dipake semua. Yakalo nggak, gak bakalan kejadian situsnya operator onoh dihack kan ya? 😛
Dalam dua hari, gue memelajari betapa luar biasanya potensi Indonesia dalam bisnis berbasis teknologi ini.
Perubahan Gaya Hidup yang Mengesankan Penurunan Daya Beli
[one_half] [/one_half]Satu yang menarik dari paparan Pak Faisal, daya beli masyarakat Indonesia ternyata gak turun. Iya, duitnya orang Indonesia masih sama kuatnya seperti sebelumnya.
Padahal rame kan sebelum ini, beberapa gerai peritel besar Indonesia sepi dan akhirnya tutup. Disinyalir karena adanya penurunan daya beli. Ternyata datanya nggak loh.
Masyarakat yang dulu seneng gonta-ganti baju baru, sekarang lebih seneng terbang sana-sini. Karena jalan-jalan di sana dan di sini sungguhlah kesempatan yang luar biasa buat selfie. Data penerbangan internasional dan domestik secara konsisten menunjukkan pertumbuhan.
Apalagi dengan perkembangan bisnis digital dan begitu banyaknya start-up yang memungkinkan orang pencet – pencet smartphone untuk hampir semua kebutuhan.
Mulai dari belanja hijab, baju sampe ke pesen makanan.
Italo Gani dari AdsKom bilang: “Tiga tahun lalu, mana pernah kita mimpi kalo pesen makanan bisa langsung dianter sama tukang ojek?”. Bahkan gak sampe hitungan puluhan tahun kehidupan kita sudah berubah drastis.
Orang gak lagi beli baju baru ke toko, orang gak lagi makan di resto (kalo gak ada kesempatan selfie dan pencitraan diri), karena di era digital sekarang, orang lebih mementingkan kemudahan dan gimana terlihat seperti apa image yang diinginkannya.
Trus Dimana Peranan Fintech?
Perubahan gaya hidup tadi mau gak mau juga ngubah perilaku keuangan masyarakat kan ya.
Dua bulan terakhir ini santer banget di grup-grup WA keluarga, temen kantor dan temen-temen lainnya beredar artikel-artikel yang bilang kalo profesi di dunia perbankan akan ada beberapa yang punah dalam 5 tahun ke depan. Trus ada juga sanggahan-sanggahan yang berusaha untuk terdengar lucu dengan bilang kalo Indonesia beda, orangnya masih suka bertatap muka.
Gue sendiri percaya kalo beberapa kerjaan akan bisa didigitalisasi dan digantikan mesin, tapi gue juga percaya (ngarep) mungkin gak secepat itu.
Tapi begitu denger paparan pemateri dari mulai risetnya McKinsey, kerjaannya AdsKom dan Ematic Solution, bahkan sampai ke sharingnya Celebrity Investor Ashraff Sinclair dari 500 Startups dan Sebastian Togelang dari Kejora Group, gue pun melongo.
[five_sixth_last] [/five_sixth_last]
Anjay, emang bakalan kelibas nih kerjaan di banking sector kalo emang gak ada pergerakan berarti dari pelaku industri perbankannya sendiri.
Betapa banyak transaksi yang sudah menggunakan aplikasi-aplikasi besutan startup di Indonesia instead of lewat bank. Udah jarang kan pada ke atm buat transfer ato boro-boro ke cabang bank? Ngapain ribet dan susah-susah! Time is money mameeen!
Siapa yang baca postingan ini dan dikotanya sudah ada Gojek tapi belom pake Gopay? Rugi kalian. Karena banyak diskonnya. Hahaha.
Dan rupanya, GoPaynya gojek sudah jadi bisnis utamanya Gojek. Nilai transaksinya luar biasa gede. Dan konon kabarnya itu bahkan masih belum 5% dari total potensi transaksi payment system yang ada di Indonesia.
Berkat ini, gojek pun masuk menjadi salah satu unicorn dari Indonesia bareng sama Traveloka dan Tokopedia.
[Mini Infografis] Startup-startup di Asia yang masing-masing bernilai lebih dari $1 milyar. pic.twitter.com/OM070v8wOq
— GoodNewsFrmIndonesia (@GNFI) October 5, 2017
Peer to Peer Lending Menggantikan Peran Bank?
Fintech gak cuman berhenti di situ aja masbroh, mbaksis. Akhir-akhir ini sudah sering denger kan pinjaman yang langsung bisa diajukan online?
Website semacam Investree dan KlikACC adalah dua diantaranya yang kemaren sempet presentasi.
Bahkan untuk sebuah perusahaan kecil, sekarang gak perlu repot lagi ngajuin kredit ke bank dengan syarat njelimet macem-macem gak jelas juntrungannya diapprove ato nggak. Apalagi perlu jaminan aset macem tanah dan bangunan. Memanfaatkan Investree dan KlikACC, kalo kalian pemilik bisnis kecil, pendanaan modal gak lagi jadi masalah.
[five_sixth_last] [/five_sixth_last]
Dan kita sebagai individu, dengan dijembatani Investree dan KlikACC bisa jadi investor yang kasih pinjem duit ke para perusahaan itu. Dengan keuntungan yang lebih besar dibanding kalo ditaroh di bank tentunya.
Sekali lagi, pasar yang sudah terbentuk masih kecil banget untuk segmen ini membuat potensi pertumbuhannya masih luar biasa besar. Bayangin kalo pasar usaha kecil dan menengah bisa digarap semua sama para fintech ini. Gak heran kalo Alibaba, Amazon dan berbagai macam perusahaan global dunia mau masuk ke Indonesia. Pasarnya masih GEDE banget.
Perkembangan FinTech dan Startup di Indonesia Membawa Investasi Besar
Iya, banyak banget pemain yang mau masuk ke pasar Indonesia. Dari para pemain besar yang sudah mapan dan mau nyicip lezatnya kue di pasar Indonesia, sampai para venture capital dan angel investor kayak 500 Startups dan Grup Kejora di atas.
Gue yang awalnya agak-agak geli ngebayangin dengerin Ashraf Sinclair ngomong tentang dunia ekonomi, malah terkagum-kagum. Dia sempet berbagi kiat-kiat gimana dia bisa sampe di tahap sekarang ini. Menjadi suatu bagian dari venture capital global.
Satu yang terpenting adalah untuk bisa scale up dalam hal apapun yang kita lakukan, karena dengan scaling up ini kita akan selalu bisa meningkatkan kapasitas diri kita. Nah, startup di Indonesia dan bisnis digitalnya ini masih ada kemungkinan untuk bisa scaling up lebih lanjut. Dan potensi bisnis yang dibawa juga besar banget.
Percayalah kalo di paruh pertama 2017, investasi para venture capital ke ranah startup dan bisnis digital di Indonesia sudah menempati peringkat ketiga.
Investasi di bisnis digital, start up dan fintech di Indonesia dibandingkan sektor lain (maafkan kualitas poto hengpon jadul saya, cekrek)Trus Hubungannya Sama Kita Sebagai Individu Gimana?
Nah, ini yang dari kemaren gue coba pikirin nyangkutin sama kita sebagai individu di tengah-tengah pasar yang bersiap buat meledak dengan segala potensinya. Apa pengaruhnya buat lu dan gue. Buat kita sebagai rakyat Indonesia?
Bingung gue. Bahahahaha.
Tapi satu yang gue inget banget adalah tentang scaling up yang diomongin sama si Ashraf Sinclair. Tentang scaling yang bikin gue kepikiran soal blogging. Scaling up yang bisa dilakukan dalam dunia blogging kan adalah dengan memperluas jangkauan pembaca. Dengan jalan SEO promosi dan segala macam hal yang kita lakukan.
Kenapa selama ini kok gue terkesan abai dan gak peduli untuk bisa scaling up apa yang gue lakukan? Apalagi di event ini juga sempet dibahas mengenai email marketing dan list building. Bagaimana ke depannya justru orang yang pegang data yang jadi pemenangnya.
Baca di sini tentang mentalitas juara dengan tidak playing victim.
Perubahan pasti ada, tinggal kita (baca: gue) mau ikutan di dalamnya apa nggak. Dan menutup postingan ini, nowadays it is no longer bigger fish eat smaller ones, but the faster ones that will eat up the slow fish in the ocean.
Jadi ayok cepet berubah dan ikutin kemana dunia digital membawa kita.
Thanks Mba Frieda dan tim yang sudah memberikan kesempatan untuk hadir.
Untuk materi yang dibawakan di acara ini, kalian bisa buka BCA Learning Service dan daftar jadi user. Habis itu langsung bisa masuk pake email dan download materi ilmu yang bermanfaat banget tentang bisnis digital, startup dan fintech di Indonesia!
@nurulrahma
Wah, Danii… ini membuka wawasan banget ya. Ternyata, gilaaakk Indonesia menyimpan talenta dan potensi yang warbiyasak
dani
Indonesia jadi negara yang menarik banget bagi banyak investor Mbakyu. Gede banget potensi kue ke depannya.
mayarumi
itu pak faisal basri kritiknya kok bener bgt yah, bangun tol lebih kelihatan sm masyarakat awam drpd ngasih harga kuota murce bwt rakyat.
suka mas sm tulisannya ringan dan tq udah share materi ilmunya..
dani
Makasih banget Mba ?? semoga pemerintah bisa segera mewujudkan tol udara itu ya.
kamal
oo ini toh ternyata oleh2 dari event yg di twit kemarin itu. thanks sharing nya dan. sering2 ya 🙂 saya tetep menyimak. semoga saya ga kesalip dengan orang yg lain yang menyimak+bergerak 🙂
dani
Iya Mas. Kudu semakin fleksibel biar gak kemakan perkembangan jaman 🙂
JrPlanner
Yes, gw banyak setujunya nih dari poin2nya, hehehe…
Setuju ttg tol udara. Kan lagi digadangkan2kan bgt ttg inklusi keuangan. Inklusi ini bisa tercapai dgn cepat kalo ada digital. Digital butuh infrastruktur telko yang bagus dan merata di semua wilayah.
Setuju ttg jaman skrg faster fish akan makan slow fish. Berita paling hot ttg ini di minggu lalu ada perusahaan taksi nasional yang terpaksa jual aset dan berencana ngurangin banyak tenaga kerja.
Setuju dengan view bahwa potensi fintech di masa mendatang sangat besar di pasar Indonesia. So, ride the wave kita? 🙂
diskartes
Syedihnya ga ikut terangkut di acara ini. 🙁
Well, pasar untuk fintech masih luas sih, makanya enggak heran kalau prosentase kenaikannya dalam jangka menengah masih tinggi.
Hubungannya dengan kita ya tergantung kita mau menempatkan dimana? Creator or consumer. IMHO sih cak
Febriyan Lukito
Jadi bener ya yang dibicarakan di workshop waktu itu… kalau gojek itu bukan layanan transportasi tapi fintech. hahahaha.
Memang Dan, Indonesia itu pasar yang luas dan potensial banget – kalau gak mana mungkin perusahaan luar pada ke sini ya.
Abdullah Al-Jawi
Thanks bangte untuk tulisannya yang sangat bermanfaat ini.
Btw kalau mau tahu informasi seputar forum2 seperti ini dimana saya bisa mendapatkannya? thanks.
dani
Kalau untuk forum-forum seperti ini pasti ada publikasinya Mas. Saya kebetulan sih diundang. Nah kalau ingin tahu bisa disearch dengan keyword forum/seminar ekonomi.