Review filmThe Hateful Eight ini semoga gak telat ya, jadi buat yang masih mau pilih-pilih nonton apa masih sempet baca review gw. 😛 Trus akhirnya bisa nonton film ini ntar sorean karena malemnya bisa midnight-an The Revenant! 😛 Etapi kalo mau nonton film (yang menurut gw) terbaik di 2016 ini bisa loh baca Review Film The Big Short : Bertaruh Untuk Keruntuhan Sebuah Sistem Ekonomi dulu, filmnya masih tayang!
YES. SPOILER ALERT – IS ON.
Rating: R
Genre: Western, Crime, Drama, Mistery
Director: Quentin Tarantino
Duration: 3 hrs 7 minutes
Star: Samuel L. Jackson, Kurt Russel, Jennifer Jason Leigh, Walton Goggins, Demian Bichir, Tim Roth, Michael Madsen, Bruce Dern, James Parks, Channing Tatum
Critics Review: 8.0/10 IMDB; 68/100 metacritics; 75% Rottentomatoes
Gambar diambil dari screen capture thehatefuleight.com dan imdb.com.
Blurb of The Hateful Eight
The Hateful Eight PosterDi pedalaman Wyoming yang dingin, seorang bounty hunter, John Ruth (Kurt Russel) sedang dalam perjalanan mengantar tawanan Daisy Domergue (Jennifer Jason Leigh) untuk dihukum mati di kota Red Rock, di tengah jalan kereta mereka dihentikan Major Marquis (Samuel L. Jackson), juga bounty hunter yang ingin menumpang ke Red Rock untuk mengantarkan buruannya yang sudah mati ke Red Rock.
Seolah takdir, mereka pun bertemu Chris Mannix (Walton Goggins), sheriff baru Red Rock yang kehilangan kudanya. Berlima (dengan pengemudi kereta kuda OB (James Parks)) merekapun terpaksa berhenti di Minnie’s Haberdashery yang saat itu sedang dijaga oleh Bob (Demian Bichir) karena terjebak badai salju, sedangkan Minnie sang pemilik peginapan sedang pergi ke tempat orang tuanya. Di dalam penginapan sudah ada pensiunan Jendral Smithers (Bruce Dern), Algojo Oswaldo Mobray (Tim Roth) dan orang kalem Joe Gage (Michael Madsen).
Jon Ruth mencurigai ada satu atau dua komplotan Daisy di Minnie’s Haberdashery yang berusaha membebaskan perempuan buronan yang kepalanya dihargai USD 10.000,- ini. Kecurigaan pun timbul dan mereka terpaksa terjebak dipenginapan itu sampai badai mereda dengan kebencian dan kecurigaan yang semakin menyesakkan.
Review Film The Hateful Eight
The Hateful Eight PosterYang sudah akrab sama film-filmnya Quentin Tarantino pasti sudah tahu kalo filmnya dia sarat akan kekerasan yang mungkin lebih dieksploitasi. Gw ngeh dia hadir dengan kuatnya sejak di film Pulp Fiction (yang sampe sekarang gw juga belom nonton :P) tapi baru jatuh cinta sama filmnya Tarantino sejak Kill Bill Vol.1.
The Hateful Eight ini gak beda juga dengan film Kill Bill Vol.1 dan Vl.2 dulu. Buat yang gak kuat lihat darah, organ tubuh terpisah dari yang punya dan otak berhamburan, better skip this movie meskipun sayangnya di bioskop di Indonesia banyak banget bagian film yang disensor. Dan sayangnya sekali lagi, karena lemahnya kontrol rasanya siapapun bisa nonton film ini. Rating film tidak ditegakkan di negara ini. *awas aja kalo sampe ada yang bawa anak kecil nonton film ini
Hal apa aja yang gw sorotin dari film ini? jiahh… (((((sorotin)))))
Cold Western-Coboy Movie
The Hateful Eight Character #1Ini nih, film The Hateful Eight ini rasanya film koboi pertama yang gw tahu di dunia barat sana yang settingnya dingin. Gw sendiri bukan penggemar berat film bertema koboi. Entah kenapa gak pernah terlalu seneng nontonnya. Makanya gw skip Django dan Yuma di tahun-tahun kemaren meskipun banyak review yang bilang keren dan Django sendiri juga filmnya Tarantino.
Oiya, btw buat gw film Hollywood yang pake kuda, ada topi lebar dan tembak-tembakan itu pasti film koboi. Hahaha. 😛
Nah gw cukup kaget dengan gimana setting salju dan dinginnya Wyoming ini bisa pas banget sama film bertemakan bounty hunter, coboy, countless gunshots and gore-y scenes. Bahkan saljunya berasa menambah efek dramatisnya berkali-kali lipat.
Semuanya tentang Perspektif dan Kepentingan
“That’s the trouble with old people. You can push them down the stairs and pretend it’s an accident, but you just can’t shoot ‘em” John Ruth
Seperti film-filmnya yang lain, Tarantino pinter banget mainin perspektif penonton. Gimana dia berhasil ngebangun simpati buat Daisy yang langsung diperkenalkan sebagai penjahat dengan harga buruan tinggi padahal sosoknya cenderung “lemah”. Pelakuan The Hangman dan Captain Marquis di kereta sepanjang perjalanan pun berhasil bikin gw kasihan sama Daisy.
Tapi dengan semakin jalannya film dan mengenalkan tokoh lain yang sama rusaknya bikin gw mempertanyakan motif masing-masing orang dan Daisy yang awalnya kayak innocent semakin kelihatan aslinya.
Gak ada yang namanya orang yang bener-bener baik. Semua orang punya kepentingannya sendiri-sendiri dan kadang orang lain hanya dipergunakan buat mencapai tujuannya. As simple as that. Mau percaya sama siapa dan mau milih berteman sama siapa ya tergantung kepentingan yang mau kita tuju.
Gak beda sama dunia nyata ya?
Menurut gw adegan klimaks film ini justru di waktu Sherif Mannix diajak nego sama Daisy buat negosiasi ngebebasin dirinya. Pergulatan batin si sherif baru ini kerasa banget. Padahal cuma ngobrol doang antara mereka bisa bikin gw ikutan nebak ke mana arahnya dan alasan apa yang mau dipakai. Apakah si penegak hukum bodoh mau kerjasama dengan penjahat demi keuntungan pribadi ato mau melakukan hal lain dengan sepuluh alasan berbeda.
Asik banget ngolah konflik dan perspektifnya.
Baca juga tulisangw tentang Film Pengubah Perspektif.
Membawa Kekerasan dan Sexual Content Ke Level Berikutnya
Pas ngomongin ini sih karena gw habis browsing dan baca di tempat lain. Yang tayang di Indonesia sih dah dibabat abis bagian yang kira-kira agak sadis banget.
Adegan tembak-tembakan yang bikin darah muncrat kemana-mana minim banget yang kelihatan gimana sebenernya. Langsung aja darah berhamburan. Paling tembak-tembakan jarak jauh yang ya… gitudeh… biasa banget. Paling sebel terutama pas Jody Domergue (Channing Tatum) keluar dari tempat persembunyiannya di basement, gw udah ngira kalo dia bakalan ditembak kepalanya, eh bener dong ditembak tapi itu kagak ada adegannya. Tiba-tiba Daisy udah mukanya ketutup otak yang berhamburan.
Satu yang bikin gw kaget adalah waktu Kapten Marquis nyeritain ke si Jenderal tentang gimana dia menyiksa anaknya. Anak si Jenderal di telanjangi di tengah salju dan ada adegan anonoh waktu antara KaptenMarquis dan anak si Jenderal yang mau ngebunuh dia. Tapi ya itu tadi, disensor lah pastinya yes. Menurut yang gw baca, adegan penyiksaannya di film ini sekali lagi sudah melampaui batas yang dibuat sendiri sama Tarantino.
Sensor atau Pembatasan Umur yang Lebih Ketat?
Sensoran-sensoran di film yang gw tonton kemaren terus terang cukup gengges.
Jadinya waktu nonton kemaren banyak banget bagian yang tiba-tiba skip. Seinget gw waktu tayang film yang mestinya 3 jam lebih kemaren cuma 3 jam kurang dikit. Karena gw inget banget dateng telat dan pas keluar ngerasa kecepetan.
Yea-yayayayaya… I know tujuannya sensor itu baik. Tapi gw ngerasa dengan sensor yang berlebihan kok gak adil buat yang nonton ya? Rasanya dianggep gak dewasa aja nonton film yang udah sesuai sama umur tapi masih dipotongin juga.
Kenapa gak ada pengawasan dan tindakan yang lebih keras aja sik buat pemberlakuan pemilahan penonton sesuai rating? Yagaksih? Pas jualan tiket kalo emang ratingnya R dimintain KTP gitu. Ribet emang tapi ya mestinya gitu kan ya?
Jadi panjangkali lebar dah gw. Tapi yang pasti jangan nonton film ini sambil ngajak anak di bawah 17 tahun. Lebih lengkap soal sensor-sensoran dan rating film coba deh baca tulisan gw tentang Rating Film yang lebih menyeluruh.
======
Jadi-jadi-jadi overall filmnya gimana? Karena itu tadi, gw gak terlalu fond sama film bertemakan koboi-old-western-world agak males sebenernya, apalagi pembagian cerita berdasar chapter gw udah pernah lihat di Kill Bill, tapi karena ceritanya, sinematografinya dan koreografi film ini keren abis, gw kasihlah 4 dari 5 buat review film The Hateful Eight ini.
Kalo ngerasa postingan ini berguna, boleh kok di share 😀 Dan makasih ya sebelumnya 😀
Yours truly,
@danirachmat
29 tanggapan untuk “Review Film The Hateful Eight: Semuanya Tentang Perspektif”
Mas Danii aku nonton Hateful Eight sambil ngerasa shock. Tiap ada adegan tembak2an dan darah nyiprat dimana-mana aku tutup mata huhuhu. Tapi ga sempet tutup mata pas isi kepala channing tatum mendadak meledak buyar kemana2 huhuhu. Aku bener2 harus mikir2 lagi deh kalau mau nonton filmnya Pak Quentin. Setelah nonton aku ngerasanya ini film watak tapi dibungkus dgn tema koboy. Yang bisa dinikmati itu malah musiknya. Keren abis 😀
Saya kaget-kagetnya pas jaman film Kill Bill dulu Mbak Nina. Mihihihihi. Makanya pas kemaren adegannya Jody itu udah menduga banget. Karena Marquis ga akan diem aja digituin. Hihihihi.
Saya ketinggalan soal musiknya! Musiknya emang luar biasa! Suka bangettt!
Mas,,spasinya macet yak ? Heehhe
Soal sensor..blm nonton sih yg ini..tapi beradasarkan pengalaman nonton bioskop, cuma the raid Aja yg pas mau beli tiket dimintai KTP.
Hihihihi. Makasih banget loh Mbak Inna sudah mau baca dari awal sampe akhir. Hihihi.. 😀
Film-nya Quentin tetap menarik untuk disimak. Salah satunya film ini.
Saya merasakan efek dinginnya salju melihat film ini. Entahlah koq biasa begitu…
Salam,
Iya Pak.. Memang filmnya Quentin selalu menarik untuk dilihat meskipun penuh adegan sadis. Jadi nyeni kalau menurut saya 😀
Kill bill aku suka banget malah. Tapi nontonnya di tv jadi udah di sensor abis2an hahaha. Btw reviewnya lengkap Mas, good review 😀
Hihihihi… Baru tahu Kill Bill pas udah ada DVD bajakannya jaman dulu. Jadi kaget-kaget muluk pas nonton. Makasih ya Mbak Nina 😀
Sensor kalau kebanyakan juga agak gimana gitu ya, kadang esensi filmnya jadi agak berkurang…
Iya Ko, hawong intinya ya tembak-tembakannya itu *eh bukan ya? Hahahaha… Bete deh kemaren karena sensornya 😀
Semalam nonton ulang film ini di bioskopkeren.com daaaann semua adegan yang disensor di bioskop kemarin itu justru ada. Lebih vulgar adegan berdarah-darahnya, termasuk detail penganonohan dan pembunuhan Chester Smithers di area bersalju Gunung Wyoming. Begitu juga adegan akhir yang memperlihatkan kematian Daisy Domergue. Coba mas lihat di situ aja.
Menurutku memang The Hateful Eight ini keren, tapi kalau dibandingkan dengan Django Unchained, aku lebih milih Django. Karena pace nya lebih cepat 🙂
Gw juga lebih milih Kill Bill sih. Kalo Kill Bill dapet 4.75 dari 5 deh. Mihihihi. Siap kutonton ulang sekarang. Hahahaha.
Aku juga sebel kalau film banyak sensor nya. Gak kumplit aja gitu rasanya. Bukan maksud pengen tau ada apa nya, tapi dipikir mah “yauda sih gitu doang” hahaha 😛
Iyaaaam padahal kalo udah sesuai umur mestinya yang nonton juga udah dewasa ya Fasy ya.
seru nih sadis-sadisan. ada temen saya yang seneng banget waktu dulu nonton rumah dara kayaknya bakal suka banget sama film ini. ada samuel l jackson alias nick fury ya.
Dulu waktu cuma ada RCTI, film koboi termasuk yg sering saya tonton serialnya. Kalau sekarang… udah kurang minatnya. Tp coba ngecek yg satu ini 😀
Bagus kok Bang filmnya. ??
Yang pas Kill Bill aja kan dipotong habis2an banget.
Kalau menurut gw sih dua2nya penting Dan. Sensor dan juga ratingnya. Belakangan film di bioskop Indonesia itu ikut rating luar doang. Kalau menurut gw harusnya bisa bikin rating sendiri. Gak harus ikut yang sana doang.
Iye Yan. Gw setuju kalo Indonesia bikin rating sendiri dan memberlakukan rating itu dengan ketat. Kalo ujungnya cuman disensor doang mah gak dewasa menurut gw ya. 😛 imo.
bintang nya udah tua tau tapi terkenal semua nih, itu om negro yang di avenger ya..
satu setengah jam nonton, belum tahu arahnya ke mana
setengah jam terakhir baru tereak-tereak..twistnya oke banget..
Iya Mas. Ini parah twistnya. Kirain yang itu dan yang itu eh ternyata yang iniii. Geleng-geleng pas udah revelation ceritanya. 😀
Hadeh … gw nonton kill bill aja mau pingsan, kejam sadis banget
gak akan pernah sanggup kalo disuruh nonton film2nya Tarantino.. bisa2 ilang napsu makan seminggu! hahaha
Terakhir nonton Tarantino Kill Bil Vol 1 & 2 sih sukses ilang napsu makan karena eneg. Gile yah Tarantino tuh kalo bikin film udah deh formulanya sadis tapi jalan ceritanya juga berbobot sih 🙂
Mau coba nonton di dvd aja deh, kapok nonton film nya Tarantino di bioskop 😆
Hati-hati May, nonton di DVD jauh lebih sadis soalnya gak ada sensor. Hihihihi… Etapi bisa skip sih ya kalo DVD 😛
lama juga yach durasinya 3 jam. skip dech takutnya entar ketiduran di bioskop.
Lihat judul film ini …
saya jadi ingat film sejenis zaman dulu …
The Magnificent Seven …
theme songnya (dulu) akrab (banget) di telinga … 🙂
Salam saya Dani
Iya Om. Mungkin mirip film itu dulu ya. Hihihi. Saya gak inget euy. 😀